Selasa, 7 Januari 2014

Tingkatan Nafsu

“Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalahnya. Jadi, jangan jadikan hatimu seperti gelas. Buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan dan mengubahnya nenjadi kesegaran dan kebahagiaan”

Image result for BISMILLAH
Tingkatan Nafsu


Image result for nafsu
Allah berfirman di dalam Al Quran:
“Beruntunglah orang yang membersihkan hatinya dan rugilah orang yang mengotorinya.” (QS Asy Syams 9-10)
Islam menganggap nafsu itu sebagai musuh manusia. Allah SWT telah menegaskan:
“Sesungguhnya nafsu itu sangat mengajak kepada kejahatan.” (QS Yusuf 53)
Dalam ayat ini digunakan tiga bentuk ketegasan, yakni in–taukiklam–taukik dan isim fiil mubalaghah. Gaya bahasa ini menunjukkan bentuk penekanan yang sungguh-sungguh bahwa nafsu akan membawa kepada kejahatan.
Nafsu adalah musuh di dalam diri manusia. Sedangkan nafsu adalah sebagian dari diri manusia. Nafsu adalah jismul latif (tubuh halus yang tidak dapat dilihat). Kejahatan nafsu harus dibuang dari diri manusia. Jika tidak dibuang maka nafsu akan menjadi musuh. Tapi walaupun kita ingin membuangnya, nafsu tetap merupakan sebagian daripada diri. Oleh karena itu, melawan hawa nafsu adalah hal yang sangat sulit.
Nafsu adalah jalan raya (highway) bagi syaitan. Ini diterangkan oleh hadis Rasulullah SAW yang maksudnya :
“Sesungguhnya syaitan itu bergerak mengikuti aliran darah, maka persempitlah jalan syaitan dengan lapar dan dahaga.” (Riwayat Ahmad)
Ini menunjukkan syaitan dapat dilawan dengan melawan hawa nafsu secara mengurangi makan atau berpuasa. Jika nafsu tidak terdidik, jalan syaitan adalah besar. Sedangkan syaitan itu juga adalah musuh. Firman Allah yang maksudnya :
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata.” (QS Al Baqarah 168)
Ayat yang menerangkan tentang nafsu sebagai musuh memiliki tiga gaya bahasa penegasan. Sedangkan ayat yang menerangkan tentang syaitan hanya memiliki satu gaya bahasa penegasan. Hal ini menunjukkan bahwa nafsu lebih jahat daripada syaitan. Syaitan akan mendapat jalan atau peluang yang sangat besar untuk merusak manusia jika nafsu tidak terdidik.
Menghalau atau mengalahkan syaitan tidak bisa dilakukan dengan dijampi atau dibacakan ayat-ayat Quran. Cara melawan syaitan adalah dengan mendidik hawa nafsu. Jika nafsu terdidik niscaya syaitan akan kesulitan untuk mempengaruhi diri. Jika nafsu terdidik, jalan syaitan akan terputus. Yang bisa dilawan dengan dibacakan dengan ayat-ayat Quran adalah apabila syaitan merusak jasad lahir manusia. Jika hal ini terjadi, syaitan dapat dilawan dengan dibacakan Ayat Kursi, Surat An Naas dan lain-lain. Demikianlah menurut dalil atau nashnya. Tetapi jika syaitan menggoda dan merusak hati, bacaan-bacaan itu tidak dapat digunakan lagi. Jika hati rusak, rusaklah seluruh anggota badan. Oleh karena itu, kita tidak perlu merisaukan tentang syaitan tetapi didiklah nafsu dan bermujahadahlah. Jika nafsu tidak terdidik maka menjadi mudah bagi syaitan untuk mempengaruhi kita. Oleh karena itu perangilah nafsu, niscaya serangan syaitan akan tertahan.
Nafsu diperlukan untuk manusia. Namun berhati-hatilah. Karena nafsu, manusia boleh jadi akan kecewa, celaka dan masuk Neraka. Tapi nafsu juga bisa menjadi alat untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia sebelum sampai ke Akhirat.
Ketika Allah menciptakan akal, Allah bertanya kepada akal, “Siapakah kamu, siapakah Aku ?” Jawab akal, “Saya hamba, Engkau Tuhan.” Kemudian Allah memerintahkankan akal agar maju ke depan dan mundur ke belakang. Akal mematuhi perintah Allah. Hal ini menunjukkan bahwa akal begitu taat kepada Allah.
Image result for nafsuKemudian Allah menciptakan nafsu. Ketika Allah bertanya kepada nafsu, “Hai nafsu, siapa engkau, siapa Aku ?” Nafsu menjawab dengan sikap membantah, “Engkau Engkau, aku aku.” Karena itulah Allah murka kepada dan kemudian Allah memberikan didikan kepada nafsu agar insaf. Allah memasukkan nafsu ke Neraka selama 100 tahun, ia dipukul dan dibakar hingga hangus menjadi arang. Kemudian setelah nafsu dikeluarkan dari neraka, Allah bertanya lagi kepadanya, “Siapa engkau, siapa Aku?” Setelah semua itu, barulah nafsu mengenal Tuhannya, ia menjawab, “Engkau Tuhan, aku hamba”
Ketika Allah menciptakan Nabi Adam as, Allah memasukkan akal dan nafsu ke dalam dirinya. Ketika Nabi Adam datang ke bumi, keturunan manusia bertambah banyak. Maka peranan nafsu dan akal tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kemungkaran yang terjadi di atas muka bumi ini adalah dari nafsu, bukan dari akal.
Karena akal dan nafsu ada dalam diri manusia, maka terjadilah pertentangan antara satu sama lain. Peperangan nafsu dan akal tidak pernah ada henti-hentinya. Kadang-kadang nafsu yang menang, kadang-kadang akal menang. Buktinya, jika kita berhadapan dengan perbuatan yang baik, maka nafsu akan menolaknya dan mengajak kepada kejahatan sedangkan akal mengajak kepada kebaikan. Kalau kita mengikuti nafsu, artinya kita kalah. Sebaliknya, jika kita mengikuti akal maka kita menang.
Namun bagaimanapun nafsu tetap diperlukan oleh manusia. Bila nafsu musnah, manusia juga akan musnah. Sebagai contoh adalah nafsu makan. Nafsu makan tidak akan hilang karena merupakan fitrah alami manusia. Jika nafsu makan tidak ada, manusia akan mati. Begitu juga dengan nafsu terhadap lawan jenis. Jika nafsu ini tidak ada, maka manusia tidak akan berketurunan. Pernah seorang sahabat datang kepada Rasulullah dan memberitahukan bahwa ia ingin membunuh nafsunya agar ia dapat bersungguh-sungguh berjuang. Tetapi Rasulullah melarang karena Rasulullah sendiri juga berumah tangga dan beliau menyukai jika umatnya mempunyai keturunan yang banyak. Pernah juga ada seorang sahabat yang mengatakan kepada Rasulullah bahwa ia ingin berpuasa terus menerus agar dapat lebih berbakti kepada Allah. Rasulullah juga melarangnya karena Baginda sendiri juga berpuasa dan jberbuka. Rasulullah juga tetap bermasyarakat dan berjuang untuk menegakkan kehidupan di dunia dan dan Akhirat. Jadi, Rasulullah memberi jalan tengah. Nafsu ini tetap diperlukan untuk manusia. Akan tetapi, jangan sampai salah langkah sehingga membawa kita ke Neraka. Rasulullah bersabda tentang nafsu ini,
“Ada dua lubang yang dapat menyebabkan seseorang masuk ke Neraka, yaitu lubang faraj dan lubang mulut.” (Riwayat Tirmidzi)
Nafsu juga dapat kita jadikan kuda untuk ke Syurga. Sebagian orang jika mendengar kata nafsu, hanya terbayang hal-hal yang jahat saja. Sedangkan nafsu itu adakalanya jahat, adakalanya baik. Nafsu akan menjadi baik jika dilatih. Imam Al Ghazali mengibaratkan nafsu itu sebagai anjing, jika dilatih akan menjadi baik.
Para ulama telah membagi nafsu menjadi 7 peringkat :
  • Nafsu Ammarah
  • Lawwamah
  • Mulhamah
  • Muthmainnah
  • Radhiah
  • Mardhiah
  • Kamilah
1. Nafsu Ammarah
Allah berfirman dalam Al Qur’an, maksudnya :
“Sesungguhnya nafsu itu senantiasa mengajak kepada kejahatan.” (QS Yusuf 53)
Image result for nafsu
Ayat tersebut berkaitan dengan peristiwa Nabi Yusuf dan isteri perdana menteri Mesir. Barang siapa yang memiliki nafsu ammarah, maka ia tidak lagi dapat menahan diri untuk menjaga kehormatan dirinya. Bahkan seseorang yang terkenal sekalipun akan jatuh dan terhina jika menuruti nafsu ammarah. Orang yang memiliki nafsu ammarah, tidak mampu lagi menjaga diri agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan maksiat. Karena inilah sehingga seseorang yang tidak pernah kita sangka akan melakukan maksiat, tiba-tiba minum arak, punya wanita simpanan, melakukan korupsi dan sebagainya. Hal ini adalah karena nafsu ammarah yang ada di dalam diri.

Nafsu ammarah inilah yang mendorong manusia melakukan kejahatan. Jika berhasil melakukan perbuatan maksiat, barulah terasa puas. Bahkan akhirnya manusia berlomba-lomba dalam perbuatan maksiat. Seseorang yang berada di peringkat nafsu ammarah tidak peduli dengan Akhirat. Ia mudah merasa kecewa tidak tahan dengan ujian. Kadang Allah memanjangkan umurnya agar puas dengan maksiat dan akhirnya dilemparkan ke dalam api Neraka. Orang yang mempunyai nafsu ammarah adalah ahli Neraka. Walaupun ada juga yang mencoba berpura-pura menjadi baik tapi kebaikan itu bertujuan untuk memudahkannya melakukan kejahatan dan mencari keuntungan pribadi.



Image result for kata mutiara nafsu2. Nafsu Lawwamah
Seseorang yang sudah memiliki kesadaran dan keinsafan akan menyadari bahwa kejahatan itu dosa dan kebaikan itu pahala. Ia ingin berbuat kebaikan tetapi tidak tahan lama. Ketika jatuh dalam kejahatan, ia merasa resah tak tentu arah. Walaupun merasa puas dengan kejahatan tapi hati menderita karena perbuatan itu. Meskipun begitu, terasa sangat berat untuk keluar dari kejahatan.
Terjadi perebutan pengaruh antara nafsu dan akal di dalam dirinya. Nafsu mengajak kepada kejahatan sedangkan akal mengajak kepada kebaikan. Orang yang memiliki nafsu lawwamah belum dapat membuat keputusan untuk berbuat baik baik. Ia seperti daun yang tertiup angin, terbawa ke mana arah saja angin bertiup. Ia belum ada kekuatan untuk meninggalkan maksiat. Setelah berbuat kebaikan, ia masih melakukan berbuat kejahatan. Kadang-kadang ke tempat ibadah, kadang-kadang ke tempat maksiat. Hatinya selalu merintih kepada Allah ketika tidak dapat melawan nafsu sehingga melakukan maksiat dan tidak dapat istiqamah dalam berbuat kebaikan.
3. Nafsu Mulhamah
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu, jalan kejahatan dan ketaqwaan.” (QS Asy-Syams 8 )

Bagaimanakah rasa hati orang yang memiliki nafsu mulhamah ini? Seseorang yang berada di peringkat ini masih merasa berat ketika akan berbuat amal kebaikan. Jadi ia melakukan amal kebaikan dalam keadaan bermujahadah. Ia sanggup bermujahadah karena sudah mulai dapat merasa takut akan kemurkaan Allah dan neraka. Ketika berhadapan dengan hal-hal maksiat, sebenarnya sebagian dirinya masih rindu dengan hal-hal itu. Tetapi hatinya dapat melawan keinginan-keinginan itu dengan mengingat-ingat nikmat di Syurga.

Seseorang yang memiliki nafsu mulhamah, di dalam hatinya masih banyak mazmumah atau sifat-sifat buruk. Tapi ia sudah dapat mengenali penyakit-penyakit hati yang ada dalam dirinya, hanya saja belum sanggup melawannya. Ia mencoba beribadah dengan sabar.
Image result for kata mutiara nafsuApa arti sabar? Sabar adalah menahan perasaan tidak setuju di dalam hati untuk melahirkan rasa setuju. Orang yang memiliki nafsu mulhamah, jika mendapat pujian pasti masih merasa puas, senang dan berbangga. Ibadah yang dilakukan masih belum khusyuk. Bagaimanakah cara untuk melawan penyakit hati yang ada dalam diri orang yang berada di peringkat nafsu mulhamah ini? Karena penyakit-penyakit hati itu didorong oleh nafsu dan syaitan, maka untuk mengelak dari godaan syaitan dan nafsu ada baiknya mengamalkan zikir-zikir dan wirid-wirid tertentu. Syaitan dan nafsu hanya takut pada tuannya saja yaitu Allah. Bila kita berwirid dan berzikir, seolah-olah kita menunjukkan kepada nafsu dan syaitan bahwa Allah sedang melihat kita.
Amal kebajikan yang dilakukan karena Allah, bukan karena manusia, insya Allah amal kebaikan itu akan istiqomah. Jika amal kebaikan dilakukan karena orang lain atau karena guru kita misalnya, hal itu tidak akan tahan lama. Kita hanya akan melakukannya ketika ada orang lain atau ketika ada guru saja. Di belakang mereka boleh jadi kita akan berbuat maksiat. Jadi setiap kebajikan harus dilakukan karena Allah.
Orang yang berada di peringkat nafsu ini perlu dipimpin oleh guru mursyid yang betul-betul dapat mengenal jiwa muridnya dan dapat mengasuh murid-muridnya. Jika penyakit-penyakit hati itu sudah tidak ada lagi, maka sesorang itu akan akan merasakan suatu kemanisan baru dalam hatinya dan akan merasa benci dengan kejahatan. Di waktu itulah ia akan meningkat ke peringkat nafsu yang lebih baik lagi yaitu nafsu Muthmainnah.
4. Nafsu Muthmainnah
Terhadap orang yang memiliki nafsu muthmainnah, Allah berfirman dalam Al Qur’an:
“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang redha dan diredhai, maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam Syurga-Ku” (QS Al Fajr 27-30)
Hamba Tuhan yang sebenar-benarnya adalah mereka yang telah sampai ke peringkat nafsu Muthmainnah. Sebelum itu hamba juga, tetapi hamba yang didasarkan kepada dia buat atau dipaksa, bukan atas dasar keredhaan. Orang yang sudah sampai kepada nafsu ini, dia sudah dijamin Syurga.
Bagaimanakah sifat orang-orang yang memiliki nafsu Muthmainnah? Seseorang yang telah berada di peringkat ini, ketika ia dapat melakukan amal kebaikan maka hatinya akan terasa sejuk. Hatinya tenang dan puas. Ia selalu merasa rindu untuk berbuat kebaikan dan senantiasa menunggu datangnya waktu untuk beribadah kepada Allah. Mereka ini disebut sebagai penggembala matahari karena senantiasa menunggu waktu sholat. Hatinya senantiasa merasa rindu dengan Allah. Jika membaca ayat-ayat Allah yang bekaitan dengan Neraka, mereka merasa takut dan cemas. Bahkan ada yang sampai pingsan dan mati. Mereka merasa takut dengan dosa-dosanya, seolah-olah dosa-dosa itu bagaikan gunung akan menimpa kepalanya. Jika berkorban, mereka sanggup berhabis-habisan, barulah terasa puas hatinya. Senantiasa merasa cemas dengan maksiat dan berusaha mencegahnya sekuat tenaga. Doanya mustajab, dengan segera dikabulkan Allah. Rezekinya dijamin oleh Allah. Mereka senantiasa sabar dengan ujian dari Allah dan rasa sabar itu kemudian meningkat menjadi redha kepada Allah. Dengan kesabaran dan keredhaan dalam hati mereka itu maka mereka akan meningkat kepada peringkat nafsu yang kelima yaitu nafsu Radhiah.
5. Nafsu Radhiah
Sifatnya:
Image result for nafsuWalau hanya terhadap larangan yang kecil, mereka akan meninggalkan perkara yang dilarang itu dengan sungguh-sungguh. Terhadap perkara yang makruh, mereka menganggapnya seolah-olah itu perkara yang haram. Sedangkan terhdap perkara yang sunat, dianggap seolah-olah perkara yang wajib. Kalau tidak melaksanakan hal yang sunat seolah-olah berdosa. Kita dapat mempelajari kisah-kisah mereka. Kadang-kadang jika mereka mendapat musibah seperti kematian anggota keluarganya, mereka berkata “Alhamdulillah”. Dalam sejarah terdapat kisah seorang seorang ibu yang anak-anaknya pergi berperang fi sabilillah. Ketika ada orang yang membawa berita bahwa anaknya telah gugur, ibu itu merasa gembira. Orang-orang yang semacam ini ini sudah mampu menjauhkan diri dari bahkan dari perkara yang syubhat. Apabila diseru kepada perjuangan di jalan Allah, mereka menyambutnya bagaikan menyambut hari raya. Kalau kita perhatikan, takbir hari raya itu adalah takbir yang dikumandangkan para sahabat setalah memeproleh kemenangan pada perang Khandak.
Sebagian dari mereka jika dilarang ke medan perjuangan mereka menangis. Di dalam Al Qur’an mereka disebut dengan “asnabul buka” sebanyak 18 orang. Ketika Rasulullah tidak memiliki cukup kendaraan untuk membawa mereka dalam peperangan Tabuk, mereka menangis siang dan malam. Mereka mengadu kepada Allah, apakah dosa mereka sehingga tidak dipilih ke medan perang. Sampai akhirnya Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah bahwa mereka menangis sepanjang malam karena menyangka mereka berdosa. Mereka begitu cinta dengan mati syahid. Mereka redha terhadap apa yang Tuhan redhai.
Dalam beribadah kepada Allah, mereka bukan sekedar merasakan kelezatan dalam berdoa atau membaca Al Quran, bahkan mereka juga merasakan kelezatan dalam beramal kebaikan. Akhlak mereka terpuji dan mulia di sisi Allah Mereka sanggup memberi maaf kepada orang lain bahkan ketika mereka memliki kekuasaan. Pernah seorang sahabat Rasulullah mengalamu sebuah peristiwa. Sahabat ini yang memiliki hamba sahaya. Suatu hari hamba sahaya itu membawa sebuah wadah yang berisi daging kambing. Tiba-tiba pisau yang berada di atas wadah itu terjatuh dan menimpa kepala anak sahabat tersebut yang sedang merangkak di bawah. Anak itu kemudian meninggal seketika. Karena kejadian itu, hamba sahaya itu ketakutan. Maka, sahabat tadi berkata kepadanya, “Tenanglah kamu. Anak itu milik Allah dan kini Allah telah mengambilnya kembali. Pada hari ini aku memerdekakan kamu.”
Tidak ada seorangpun yang mampu melakukan hal yang demikian kecuali mereka yang memiliki nafsu Radhiah. Mereka akan merasa menderita apabila ada sahabatnya yang terjerumus dalam maksiat. Mereka akan mendoakan sahabat-sahabatnya secara khusus di malam hari agar diselamatkan dari perbuatan maksiat. Mereka juga banyak mendapat pertolongan dari Allah, di antaranya Allah memberikankan firasat yang tajam. Mereka dapat dengan mudah mengenali mana orang yang berbuat maksiat dan mana yang tidak tidak. Mereka dapat dengan mudah memimpin masyarakat karena mereka mengenal sifat-sifat hati manusia. Mereka dapat memberi nasehat-nasehat tepat kepada orang-orang yang mereka didik. Apabila mereka diusir dari masyarakat, maka tunggulah datanganya bala bencana dari Allah. Mereka juga dianugerahi oleh Allah dengan berbagai karamah. Begitu juga dengan kata-kata mereka. Lidahnya masin, apa yang disebut insya Allah akan terjadi.
6. Nafsu Mardhiah
Inilah peringkat nafsu kekasih-keasih Allah atau wali-wali besar. Merka redha kepada Allah dan Allah pun redha kepada mereka.
7. Nafsu Kamilah
Peringkat Nafsu Kamilah adalah peringkat nafsu yang sempurna. Inilah kesempurnaan yang dimiliki oleh para Nabi dan Rasul.
Setelah kita mengetahui di peringkat manakah nafsu kita, marilah kita berupaya meningkatkannya untuk mencapai hati yang selamat dan sejahtera untuk kembali kepada Allah SWT

PANDANGAN IBN TAYMIYYAH TERHADAP ROH DAN JASAD

Ibn Taymiyyah menyatakan bahawa  al-ruh juga digunakan untuk pengertian jiwa (nafs). Ruh yang mengatur badan yang ditinggalkan setelah kematian adalah ruh yang dihembuskan ke dalamnya (badan) dan jiwalah yang meninggalkan badan melalui proses kematian. Ruh yang dicabut pada saat kematian dan saat tidur disebut ruh dan jiwa (nafs). Begitu pula yang diangkat ke langit disebut ruh dan nafs. Ia disebut nafs kerana sifatnya yang mengatur badan, dan disebut ruh kerana sifat lembutnya. Kata ruh sendiri identiti dengan kelembutan, sehingga angin juga disebut ruh.
Ibn Taimiyah menyatakan bahawa  ruh dan nafs mengandung berbagai pengertian, iaitu:
Ø  Ruh adalah udara yang keluar masuk badan.
Ø  Ruh adalah asap yang keluar dari dalam hati dan mengalir di darah.
Ø  Jiwa (nafs) adalah sesuatu itu sendiri, sebagaimana firman Allah SWT:

Image result for nafsudan apabila orang-orang Yang beriman kepada ayat-ayat keterangan Kami itu datang kepadamu (dengan tujuan hendak bertaubat dari dosa-dosa mereka), maka katakanlah: "Mudah-mudahan kamu beroleh selamat! Tuhan kamu telah menetapkan bagi dirinya untuk memberi rahmat (yang melimpah-limpah): bahawasanya sesiapa di antara kamu Yang melakukan kejahatan Dengan sebab kejahilannya, kemudian ia bertaubat sesudah itu, dan berusaha memperbaiki (amalannya), maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani". (Surah al-‘An’am : 54)

Jiwa (nafs) adalah darah yang berada di dalam tubuh haiwan, sebagaimana kata-kata ahli fiqih, "Haiwan yang memiliki darah yang mengalir dan haiwan yang tidak memiliki darah yang mengalir".

Jiwa (nafs) adalah sifat-sifat jiwa yang tercela atau jiwa yang mengikuti keinginannya.Ibn Taimiyah menyatakan bahwa jiwa (nafs/ruh) manusia sesungguhnya berjumlah satu, sementara al-nafs al-ammarah bi al-su', jiwa yang memerintahkan pada keburukan akibat dikalahkan hawa nafsu sehingga melakukan perbuatan maksiat dan dosa, al-nafs al-lawwamah, jiwa yang terkadang melakukan dosa dan terkadang bertaubat, kerana didalamnya terkandung kebaikan dan keburukan; tetapi jika ia melakukan keburukan, ia bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Dan dinamakan lawwamah (pencela) kerana ia mencela orang yang berbuat dosa, tapi ia sendiri ragu-ragu antara perbuatan baik dan buruk, dan al-nafs al-mutmainnah, jiwa yang mencintai dan menginginkan kebaikan dan kebajikan serta membenci kejahatan.

Hawa Nafsu dalam Quran dan Hadits


Diriwayatkan dari Imam Al-Baqir bahwa Rasulullah SAWW bersabda, Allah SWT berfirman: “Demi kemuliaan-Ku, kebesaran-Ku, keagungan-Ku, keperkasaan-Ku, nur-Ku, ketinggian-Ku dan ketinggian tempat-Ku, tak seorang hambapun yang mengutamakan keinginannya (nafsunya) di atas keinginan-Ku, melainkan Aku kacaukan urusannya, Aku kaburkan dunianya dan Aku sibukkan hatinya dengan dunia serta tidak Aku berikan diinia kecuali yang telah kutakar untuknya.
Image result for kata mutiara nafsuDemi kemulian-Ku, kebesaran-Ku, keagungan-Ku, keperkasaan-Ku, nur-Ku, ketinggian-Ku dan ketinggian tempat-Ku, tak seorang hambapun yang mengutamakan keinginan-Ku di atas keinginan (nafsu) dirinya melainkan Aku suruh malaikat untuk menjaganya, langit dan bumi menjamin rezekinya dan menguntungkan setiap perdagangan yang dilakukannya serta dunia akan datang dan selalu berpihak kepadanya”.[3]
Hadis qudsi cliatas amat populer dan terdapat dalam beberapa kitab dari golongan Sunnah dan Syi’ah. Saya juga meriwayatkan hadis tersebut melalui beberapa jalur. Sebagiannya darinya saya anggap sahih. Saya mencoba menelaah hadis yang berharga ini pada tiga bagian:
Pertama, seputar definisi hawa nafsu (al-hawa), bagian-bagian aksidentalnya, metode terapi dan “penjinaan”-nya. Bagian ini dianggap sebagai pengantar kajian hadis tersebut. (Bagian ini kami bagi menjadi tiga bagian menjadi I. Hawa Nafsu clalam Al-Quran dan Hadis, II. Tugas Akal dalam Mengendalikan Hawa Nafsu, III. Telaah Kritis Bala Tentara Akal dan Kejahilan pen.)
Kedua, seputar orang yang mengutamakan hawa nafsunya atas perintah Allah. (Bagian ini kami bagi menjadi tiga bagian, menjadi : IV. Orang yang Mengutamakan Hawa Nafsunya, V. Perbandingan Dunia dan Akhirat, VI. Telaah Anali-tik tentang Dunia dan Akhirat pen.)
Ketiga, seputar orang yang mengutamakan keinginan Allah atas keinginan dirinya. (Bagian ini menjadi bagian ketujuh yaitu VII. Orang yang Mengutamakan Keinginan Allah.

Terminologi Hawa Nafsu dalam Alquran dan Sunnah
Hawa nafsu adalah istilah keislaman yang digunakan dalam Alquran dan Sunnah. la menjadi istilah dengan arti khas budaya keislaman. Sering kita menemukan kata hawa nafsu dalam Alquran dan Sunnah. Antara lain, Allah SWT berfirman: 

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” (Q.S. Al-Furqon 43.)

Dan firman Allah SWT: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).”(Q.S. An-Nazia’at 40- 41.)

Amirul Mukminm Ali as dalam Nahjul Balaghahnya berkata: “Sesungguhnya yang paling aku kuatirkan pada kalian adalah dua hal, yaitu taat hawa nafsu dan angan-angan panjang.”

Diriwayatkan melalui Imam Shâdiq bahwa Rasulullah SAWW bersabda: “Waspadalah terhadap hawa uafsu kalian sebagaimana kamu sekalian waspada terhadap musuh. Tiada yang lebih pantang bagi manusia daripada mengikuti hawa, nafsu dan ketergelinciran lidah yang tak bertulang.”[4]
Imam Shâdiq as juga berkata: “Janganlah kalian biarkan jiwa bersanding bersama hawa nafsu. Karena, hawa nafsu pasti (meinbawa) kehinaan bagi jiwamu.”[5]

Enam Sumber dalam Jiwa Manusia

Untuk mengenal posisi hawa nafsu dalam jiwa dan perannya dalam kehidupan manusia, saya perlu menegaskan bahwa Allah SWT telah memasang beberapa sumber gerak dan kesadaran manusia. Semua gerak -aktif ataupun reaktif- dan kesadaran manusia bermuara dari sumber-sumber ini. Tercatat ada enam sumber penting, yang terutamanya adalah hawa nafsu, sebagai berikut.

1. Fithrah, yang telah dilengkapi Allah dengan kecenderungan. hasrat dan gaya tarik menuju dan mengenal-Nya dan meraih keutamaan-keutamaan akhlak, seperti kesetiaan, ‘iffah (harga diri), belas kasih dan murah hati.
2. ‘Aql, adalah titik pembeda manusia.
3.    Irâdah, adalah pusat keputusan dan yang menjamin kebebasan manusia (dalam mengambil keputusan) dan kemerdekaannya.
4.    Dhamir, yang berfungsi sebagai mahkamah dalam jiwa.  la  bertugas  mengadili,  mengecam  dan  melakukan penekanan  terhadap  manusia demi  menyeimbangkan prilakunya.
5.    Qalb, fuad dan shadr, merupakan jendela lain bagi kesadaran  dan pengetahuan,  sebagaimana  kita pahami melalui ayat-ayat Alquran, yang dapat  menerima atau menampung pencerahan Ilahi.
6.    Al-hawa, adalah kumpulan berbagai nafsu dan keinginan dalam jiwa manvisia yang menuntut pemenuhan secara intensif. Bila tuntutannya terpenuhi, iadapat memberi manusia kenikmatan tersendiri.
Inilah keenam sumber penting bagi gerak dan kesadaran jiwa manusia yang telah diberikan oleh Allah.
Dalam kesempatan ini, rasanya tidak tepat jika saya membahas sumber-sumber tersebut atau membentuk gambaran dan simpulan ilmiah melalui nash-nash keislaman. Karena, bidang psikologi keislaman ini memerlukan kajian, observasi dan penalaran yang mendalam. Semoga Allah memudahkan bagi mereka yang menelitinya melalui teks-teks keislaman. Bidang ini tergolong subur dan “perawan” (tak tergarap). Kesuburan dan “keperawanan” salah satu dari lahan-lahan budaya keislaman ini mestinya merangsang para ilmuwan dan peneliti untuk menggarapnya.
Tugas saya dalam kajian kali mi, hanya terbatas pada masalah definisi serta peran hawa nafsu dalam kehidupan manusia. Di samping itu. saya akan membahas keistimewaan, dampak, tujuan dan sarana-sarana pengekangannya serta beberapa masalah lain yang berkaitan.
Bersamaan dengan itu, dalam mengkaji hawa nafsu saya akan beberkan hadis-hadis yang berhubungan dengan “sumber-sumber” lain jiwa yang ikut andil dalam pergerakan dan kesadaran manusia. Penggunaan istilah hawa nafsu dalam kebudayaan Islami mangacu pada gabungan beberapa naluri yang bersemayam dalam jiwa, sedangkan manusia sebagai penyandangnya selalu dituntut agar memenuhi hasratnya. Berbagai naluri syahwati itu membentuk bagian terpenting dan berperan luar biasa dalam kepribadian manusia. la adalah faktoi- utama dalam menggerakkan dan mengatur diri manusia. Bahkan sebagai kunci yang paling efektif untuk mengatur aksi dan reaksinya.


Tanbihun – Sesungguhnya bagi manusia di dunia ini hanya ada dua jalan; Jalan Kebenaran dan Jalan Hawa Nafsu. Jalan kebenaran adalah petunjuk yang diturunkan oleh Allah SWT, Sedang hawa nafsu merupakan jalan yang diprakarsai oleh setan sebagai musuh manusia guna menimbun bahan bakar api neraka pada hari kiamat nanti, melawan hawa nafsu berarti mengikuti jalan Allah dengan penuh kesabaran[1], sebagaimana Allah SWT berfirman[2]:

يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَاْلحِجَارَةُ

عَلَيْهَا مَلَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لاَّ يَعْصُوْنَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Hawa nafsu berarti kecenderungan manusia kepada perkara yang di sukai oleh jiwanya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa para salaf menggelari sebagian orang yang menisbatkan diri kepada ilmu atau ibadah sebagai pengikut hawa nafsu, karena mereka menyelisihi petunjuk Allah SWT, yaitu ilmu agama yang diwahyukan kepada para khalifah-Nya, seperti yang telah difirmankan kepada Nabi Dawud AS[3]:

يَادَاوُ دُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيْفَةً قِى الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعِ الْهَوَى

فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ , إِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ بِّمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَابِ .

“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan”.
Secara bahasa Itba’ al-Hawa berarti mengikut hawa nafsu, sedang secara istilah yaitu orang yang lebih mengikuti jeleknya hati yang telah diharamkan oleh hukum syariat, itulah orang yang selalu mengikut hawa nafsu.[4]
Dari definisi diatas dapat kita fahami bahwa itba’ al-hawa berarti mengikuti hawa nafsu untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang hukum syara’, berbuat hal-hal yang dilarang agama. Dengan demikian, itba’ al-hawamerupakan pangkal perbuatan maksiat, sumber malapetaka dan kemungkaran. Orang yang bersikap demikian akan tersesat dari jalan Allah dan dikenai siksa di akhirat kelak. Oleh karena itu, hawa nafsu harus dikekang dan dikendalikan agar manusia dapat meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT.[5]
Hawa nafsu menjalar pada diri seseorang laksana sebuah penyakit yang sangat ganas, bahkan lebih berbahaya dari virus (rabies)nya seekor anjing. Hawa nafsu lebih berbahaya karena tidak disadari oleh pengidapnya, tetapi ia lebih mematikan. Jika rabies dapat membinasakan jasad manusia(jasmani), maka hawa nafsu bisa menghancurkan jiwanya (rohani). Sehingga hatinya pun mati dan gelap gulita, dan pada akhirnya dia tidak lagi mampu menerima petunjuk dari Allah SWT.
Dalam menghadapi hawa nafsu sangat dibutuhkan kesabaran. Seorang yang ingin bertahan di atas jalan Allah harus memiliki nyali yang besar untuk melawan hawa nafsu. Allah menegaskan di dalam Al-Qur’an[6]:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبََّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهُ

وَلاَ تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

وَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً.

“ Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”.
Amirul Mukminin Ali Karramallahu Wajhahu dalam Nahjul Balaghahnya berkata: “Sesungguhnya yang paling aku kuatirkan pada kalian adalah dua hal, yaitu taat pada hawa nafsu dan mempunyai angan-angan yang panjang.”
Diriwayatkan melalui Imam Shadiq bahwa Rasulullah saw bersabda: “Waspadalah terhadap hawa nafsu kalian sebagaimana kamu sekalian waspada terhadap musuh. Tiada yang lebih pantang bagi manusia daripada mengikuti hawa nafsu dan ketergelinciran lidah yang tak bertulang.”
Dalam ayat lain Allah berfirman[7]:

قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُوْا فِىْ دِيْنِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ

وَلاَ تَتَّبِعُوْا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوْا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوْا كَثِيْرًا وَّضَلُّوْا عَنْ سَوَاءَ السَّبِيْلِ

“Katakanlah: “Hai ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT juga telah menegaskan bahwa hawa nafsu merupakan bahaya laten bagi orang-orang yang berilmu, karena mereka bisa saja menjadi sesat walaupun berilmu. Sebabnya tak lain adalah karena mengikuti hawa nafsu. Sehingga ilmu yang turun dari Allah tak mampu membuatnya teguh di atas jalan Allah, seperti dalam Surah Al-Jatsiyah ayat 23 Allah berfirman:

أَفَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللهُ عَلَى عِلْمٍ وَّخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ

وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَوَةً فَمَنْ يَهْدِيْهِ مِنْ بَعْدِ اللهِ أَفَلاَ تَذَكَّرُوْنَ .

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya[8], dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”.
Rasulullah SAW telah menyebutkan dalam hadits bahwa termasuk yang dikhawatirkan atas umatnya adalah hawa nafsu yang bisa menyesatkan. Hawa nafsu itu bisa berupa pemahaman atau syahwat.
Sebagaimana dalam surah al-Qasash ayat 50 Allah juga berfirman:

فَإِنْ لَّمْ يَسْتَجِيْبُوْا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُوْنَ أَهْوَاءَ هُمْ ,

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللهِ , إِنَّ اللهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظَّالِمِيْنَ.

“Maka jika mereka tidak Menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.

IMAM AL-GHAZALI MEMBAGI NAFSU KEPADA EMPAT BAGIAN, YAITU:


1. KESERAKAHAN NAFSU TERHADAP HARTA BENDA.

Seseorang yang telah mendapat anugerah Allah maka kewajiban baginya untuk selalu mensyukuri segala nikmat-Nya. Jika engkau menjadi orang kaya, maka syukurilah. Jika dirimu berkedudukan, manfaatkanlah kekuasaan dan kedudukanmu untuk memakmurkan rakyat, bukan memanfaatkan kuasa untuk mengumpul harta benda sampai tidak habis dimakan tujuh keturunan.

2. NAFSU AMARAH AKAN MEMBAKAR DAN MEMBUTAKAN HATI.

Cara terbaik untuk bisa mengendalikan nafsu amarah yang ada dalam diri sendiri dengan berusaha selalu bersabar dalam menghadapi kemarahan dan kezaliman orang lain, bersikap lapang dada, suka memaafkan dan bermurah hati. Sesungguhnya akhlak yang terpuji adalah bagi mereka yang mampu memaafkan kesalahan (kezaliman) orang lain terhadap diri kita.

Sebagaimana pesan rasul SAW: Ingat 2 perkara dan lupakan 2 perkara, yaitu:
Ingat kebaikan orang lain pada kita, dan ingat kezaliman kita pada orang lain, serta lupakan kebaikan kita pada orang, dan lupakan kezaliman orang lain pada kita, insya allah kita menjadi pribadi muslim yang sejati.

3. KESENANGAN DUNIAWI MENDORONG NAFSU.

Kesenangan duniawi merupakan racun pembunuh yang mengalir dalam urat. Manusia selalu diingatkan agar tidak terjerumus akan kesenangan duniawi, karena hal itu akan mendorong nafsu menjadi liar. Orang berlumba mengejar kuasa, tanpa memeperdulikan kaedah yang di ajarkan agama, apalagi norma-norma pekerjaan yang sebenarnya, yang terpenting ia dapat memperoleh kekuasaan walau dengan cara apapun.

4. NAFSU SYAHWAT.

Imam Al-Gazhali mengingatkan bahwa syaitan menggoda manusia di dunia ini melalui berbagai cara. Dan yang paling berbahaya ialah harta, wanita dan takhta (kekuasaan). Setan telah memasang perangkap godaannya, tidak sedikit manusia yang hancur dan rusak kehidupannya karena mencari kesenangan dunia semata.

Dalam ajaran Islam, nafsu itu bukan untuk dibunuh, melainkan untuk dijaga dan di kawal. Tetapi Rasulullah SAW sangat menekankan tentang adanya jihad yang batin, maknawi atau jihad melawan hawa nafsu. Ketika balik dari satu peperangan yang dahsyat melawan kaum musyrikin, Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud :
Kita baru kembali dari satu peperangan yang kecil untuk memasuki peperangan yang lebih besar. Sahabat terkejut dan bertanya, “Peperangan apakah itu wahai Rasulullah ? ” Baginda berkata, “Peperangan melawan hawa nafsu.” (Riwayat Al Baihaqi).
Rasulullah mengajak kita untuk meninggalkan satu peperangan, satu perjuangan atau satu jihad yang kecil untuk dilatih melakukan satu perjuangan atau jihad yang besar yaitu jihad melawan hawa nafsu. Orang yang berperang melawan nafsu ini nampak seperti duduk-duduk saja, tidak seperti orang lain mungkin bisa dengan bebas berekspresi, akan tetapi sebenarnya sedang membuat kerja yang besar iaitu berjihad melawan hawa nafsu.
Melawan hawa nafsu atau mujahadah al- nafs sangat susah. Mungkin kalau nafsu itu ada di luar jasad maka bisa kita pegang, mudah kita akan menekan dan membunuhnya sampai mati. Tetapi nafsu kita itu terletak ada dalam diri kita, mengalir bersama aliran darah dan menguasai seluruh tubuh kita. Karena itu tanpa kesedaran dan kemauan yang sungguh-sungguh kita pasti dikalahkan untuk diperalat sesukanya. Nafsu jahat dapat dikenal melalui sifat keji dan kotor yang ada pada manusia.
Dalam ilmu tasawuf, nafsu jahat dan liar sering disebut dengan istilah sifat madzmumah. Di antara sifat-sifat mazmumah itu seperti cinta dunia, tamak, sum’ah, riya’, ujub, gila pangkat dan harta, hasud, iri hati, dendam, sombong dan lain-lain. Sifat-sifat itu melekat pada hati seperti daki melekat pada badan. Kalau kita malas menggosok sifat itu akan semakin kuat dan menebal pada hati kita. Sebaliknya kalau kita rajin meneliti dan kuat menggosoknya maka hati akan bersih dan jiwa akan suci.
Nafsu itulah yang lebih jahat dari syaitan. Syaitan tidak dapat mempengaruhi seseorang kalau tidak meniti di atas nafsu. Dengan kata lain, nafsu adalah highway(jalan tol) atau jalan bebas hambatan untuk syaitan. Kalau nafsu dibiarkan akan membesar, maka semakin luaslah highway syaitan. Kalaulah nafsu dapat diperangi, maka tertutuplah jalan syaitan dan tidak dapat mempengaruhi jiwa kita. Sedangkan nafsu ini sebagaimana yang digambarkan oleh Allah sangat jahat[9].

إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوْءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّىْ

“……., Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, …….”.

Dan ini dikuatkan dengan sabda baginda Nabi SAW: “Musuh yang paling memusuhi kamu adalah nafsu yang ada di antara dua lambungmu “. Nafsu inilah yang menjadi penghalang utama dan pertama, kemudian barulah syaitan dan golongan-golongan yang lain. Memerangi hawa nafsu lebih hebat daripada memerangi Yahudi dan Nasrani atau orang kafir. Sebab berperang dengan orang kafir cuma sekali-sekali. Nafsulah penghalang yang paling jahat. Mengapa? Kalaulah musuh dalam selimut, itu mudah dan dapat kita hadapi. Tetapi nafsu adalah sebahagian dari badan kita. Tidak sempurna diri kita jika tidak ada nafsu. Ini yang disebut musuh dalam diri. Sebagian diri kita memusuhi kita. Ia adalah jizm al-latif tubuh yang halus yang tidak dapat dilihat dengan mata kepala, hanya dapat dirasa oleh mata otak (akal) atau mata hati. Oleh itu tidak dapat kita buang. Sekiranya dibuang kita pasti mati.
Siapa sanggup melawan hawa nafsu, maka Allah akan tunjukkan satu jalan hingga diberi kemenangan, diberi bantuan dan tertuju ke jalan yang benar. Inilah rahasia untuk mendapat pembelaan dari Allah. Hidup ini adalah perjuangan melawan hawa nafsu (syaitan). Kadangkala kita menang dan kadangkala kita kalah melawan hawa nafsu syetan kita.

ABU HAMID IMAM AL- GHAZALI MENYEBUT ADA TIGA BENTUK PERLAWANAN MANUSIA TERHADAP HAWA NAFSU, YAITU:

  1. Nafs al-Muthmainnah (nafsu yang tenang), yaitu: Ketika iman menang melawan hawa nafsu, sehingga perbuatan manusia tersebut lebih banyak yang baik daripada yang buruk. Dengan kata lain mereka yang mampu menguasai terhadap hawa nafsunya.
  2. Nafs al-Lawwamah (nafsu yang gelisah dan menyesali dirinya sendiri), yaitu: Ketika iman kadangkala menang dan kadangkala kalah melawan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut perbuatan baiknya relatif seimbang dengan perbuatan buruknya. Mereka yang sentiasa dalam bertarik tali melawan hawa nafsu. Adakalanya dia menang dan ada kalanya kalah. inilah orang yang sedang berjuang (mujahadah). Mereka ini menunaikan apa yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad melalui sabdanya yang bermaksud: ”Berjuanglah kamu melawan hawa nafsumu sebagaimana kamu berjuang melawan musuh-musuhmu.”
  3. Nafs al-Ammaarah al-Suu’ (nafsu yang mengajak kepada keburukan), yaitu: Ketika iman kalah dibandingkan dengan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut lebih banyak berbuat yang buruk daripada yang baik. Mereka inilah yang hawa nafsu sepenuhnya telah dikuasai dan tidak dapat melawannya sama sekali.

ENAM SUMBER DALAM JIWA MANUSIA

Untuk mengenal posisi hawa nafsu dalam jiwa dan perannya dalam kehidupan manusia, Allah SWT telah meletakkan beberapa sumber gerak dan kesadaran manusia. Semua gerak-aktif ataupun reaktif, kesadaran manusia bermuara dari sumber-sumber ini, ada enam sumber penting yang terutamanya adalah hawa nafsu, yaitu:
  1. Fithrah, yang telah dilengkapi oleh Allah dengan kecenderungan, keinginan (hasrat) dan gaya tarik menuju dan mengenal-Nya dalam rangka meraih keutamaan-keutamaan seperti akhlak, kesetiaan, ‘iffah (harga diri), belas kasih sayang dan kebaikan.
  2. ‘Aql, adalah titik pembeda manusia.
  3. Iradah, adalah pusat keputusan yang menjamin kebebasan manusia (dalam mengambil keputusan) dan memerdekakannya.
  4. Dhamir, berfungsi sebagai hakim dalam jiwa yang bertugas mengadili, mengecam dan melakukan penekanan terhadap manusia demi menyeimbangkan segala perilakunya(baik dan buruk).
  5. Qalb-Fuad-Shodr (Hati) Merupakan jendela lain bagi kesadaran dan pengetahuan, sebagaimana kita pahami melalui ayat-ayat Al-Quran sehingga dapat menerima atau menampung pencerahan Ilahi.
  6. Al-Hawa, merupakan kumpulan berbagai nafsu dan keinginan dalam jiwa manuisia yang menuntut pemenuhan secara intensif. Bila tuntutannya dipenuhi, ia dapat memberi manusia kenikmatan tersendiri.

HAWA NAFSU: MENGUASAI ATAU DIKUASAI?

“Jika kita menguasai diri, kita akan menguasai dunia,” demikian kata-kata para ilmuwan.
Dalam Shahihain disebutkan, bahwasanya Rasul SAW bersabda “Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yg dibenci, adapun neraka dikelilingi dengan berbagai syahwat.”
Imam Shâdiq radiyallahu ‘anhu juga berkata: “Janganlah kalian biarkan jiwa bersanding bersama hawa nafsu. Karena, hawa nafsu pasti (membawa) kehinaan bagi jiwamu.” Tetapi masalahnya adalah bagaimana jika kita gagal menguasai nafsu kita sendiri? Sudah pastilah kita pula yang akan dikuasainya. Jika demikian amat buruk akibatnya lantaran nafsu itu adalah ‘hamba’ yang baik tetapi ‘tuan’ yang sangat jahat. Sesungguhnya orang yang sukses adalah orang yang gigih mencari kebaikan dunia tetapi selamat daripada tipuannya. Seperti dalam surah Al-An’am ayat 32 Allah berfirman:

وَمَاالْحَيَوةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وََلَدَّارُ اْلأَخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَ أَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ

“Dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka[10],dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”.
Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, dalam ucapannya yang popular: “Dulunya kita adalah kaum yang paling hina, kemudian Allah SWT memuliakan kita dengan agama Islam, maka kalau kita mencari kemuliaan dengan selain agama Islam ini, pasti Allah SWT akan menjadikan kita lebih hina dan rendah tidak ada nilai. (Riwayat Al-Hakim dalam Al-Mustadrak).
Dalam surah Yunus ayat 58 Allah berfirman:

قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ

Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira(karunia Allah dan rahmat itu), adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
Karunia Allah dalam ayat ini mayoritas para ulama menafsirkan dengan keimanan kepada-Nya, adapun rahmat Allah ditafsirkan dengan Alquran[11]. Ibnu al-Qayyim dalam soal keutamaan melawan hawa nafsu mengatakan “Sesungguhnya melawan hawa nafsu bagi seorang hamba melahirkan suatu kekuatan di badan hati dan lisannya.”
Sementara sebagian ulama salaf berkata “Orang yg bisa mengalahkan nafsunya lebih kuat daripada orang yg menaklukkan sebuah kota dengan seorang diri.”
Dalam hadits yang shahih rasul bernah bersabda :“Tidaklah orang yang kuat itu yang menang dalam beradu fisik (seperti berkelahi/bergaduh), tetapi orang yang kuat adalah mereka yang dapat menguasai hawa nafsunya ketika ia marah”.
Di dalam sebuah riwayat, Rasulullah berkata: “Seorang Mujahid (orang yang berperang) adalah orang yang memerangi dirinya sendiri”, Peperangan dengan diri yang dimaksudkan adalah peperangan menentang hawa nafsu. Berkata Said Hawa di dalam Al-Asas Fi at-Tafsir, bahwa pada dasarnya melawan nafsu bermaksud menundukkan nafsu supaya mengikut kehendak Allah dalam setiap perbuatan. Jalan terbaik melawannya dengan bermujahadah, adapun cara paling mudah untuk bermujahadah dengan menitik-beratkan ibadah-ibadah wajib setiap hari, karena mujahadah adalah jembatan takwa.

PRINSIP ASAS MELAWAN HAWA NAFSU

  1. Menahan atau menyekat sumber kekuatannya
  2. Membebankan nafsu itu dengan ibadah, berbuat ibadah semata-mata mengharapkan ridho-Nya, dengan memperbanyak amalan sholih untuk mensucikan diri kita.
  3. Berdoa meminta bantuan Allah untuk mengalahkannya.

Semoga Allah menjauhkan diri kita dari kesalahan, kealpaan dan cinta kepada hawa nafsu. Semoga Ia menjadikan kita di antara orang-orang yang takut dan bertakwa kepada-Nya.
Ingatlah, bahwa nafsu itu bukan untuk dihapus tetapi untuk diurus. Terserah kepada kita untuk mengawalnya atau dikawal olehnya. Sama-sama kita bermujahadah dalam mengawal nafsu. Insya Allah.
Hawa Nafsu Dan Kesamaran jalan
TIDAK DIKHUATIRKAN ATAS KAMU SAMARNYA JALAN YANG KAMU TEMPUHI, TETAPI YANG DIKHUATIRKAN ADALAH KEMENANGAN HAWA NAFSU ATAS KAMU.

Orang yang mendapat keinsafan untuk kembali kepada Allah s.w.t selalunya menghadapi kebingungan dalam memilih jalan menuju Allah s.w.t. Kebingungan dan kekeliruan akan bertambah jika seseorang itu cenderung untuk memasuki aliran tarekat 

  Percanggahan pendapat ulama dalam masyarakat membuatnya tidak dapat memutuskan siapakah yang benar. Satu pihak mendabik dada mengatakan bahawa mereka yang benar, dan pihak lain adalah salah. Mereka adalah ahli sunah sementara pihak lain adalah ahli bidaah. Menurut mereka, ilmu mereka yang Islamik, sementara ilmu pihak lain adalah sesat.

 Tarekat  merekalah yang sampai kepada Rasulullah s.a.w sementara tarekat  orang lain putus di tengah jalan. Jadi, siapakah yang berada di atas jalan yang benar lagi lurus? Jalan manakah yang mahu diikuti? Keadaan yang demikian membuat orang yang baharu untuk memilih jalan mengalami kebingungan dan kekeliruan.

 Bagi mengelakkan kebingungan dan kekeliruan tersebut dan mencari penyelesaiannya, Kalam Hikmat 117 di atas menarik perhatian kepada persoalan pokok. Jangan terlalu khuatir tentang jalan mana yang mahu dipilih dan guru mana mahu diikuti.
 Apa yang penting adalah berwaspada agar diri kita tidak ditawan oleh nafsu. Sekiranya hawa nafsu menawan kita nescaya kita akan sesat walau jalan mana yang kita lalui dan guru mana kita ikuti. Hawa nafsu menyekat cahaya petunjuk dari masuk ke dalam hati. Bila hati dilengkungi oleh tembuk hawa nafsu tidak ada guru yang boleh memasukkan ilmu ke dalam dada kita dan tidak ada jalan yang dapat menetapkan langkah kita. 
Dengan ini, seelok-eloknya perhatian mesti diberi kepada latihan mengawal hawa nafsu. Bila hawa nafsu sudah terkawal, insya-Allah jalan kebenaran akan terbuka kepada kita. Sekiranya kita sedang mengikuti jalan yang salah, diheret oleh guru yang sesat, tetapi hawa nafsu tidak menawan kita, kita akan mudah menerima kebenaran bila ia datang. 
Dan, kita tidak keberatan untuk meninggalkan jalan yang salah dan guru yang sesat itu untuk mengikuti jalan yang lurus dan guru yang benar. Apa yang penting adalah maksud dan tujuan hendaklah betul. Tetapkan yang Allah s.w.t sahaja yang menjadi maksud dan tujuan. Jika belajar ilmu agama janganlah kerana bertujuan mahu menjadi guru yang dikagumi. 
Jika beramal ibadat jangan pula kekeramatan yang dituntut. Tetapkan haluan menuju Allah s.w.t. Jika kita berpegang dengan prinsip demikian mudahlah kita mencari guru yang benar dan jalan yang lurus. Guru mana pun boleh diikuti asalkan dia mengajar ilmu yang dari al-Quran dan as-Sunah, berpandu kepada perjalanan khalifah ar-rasyidin dan guru itu sendiri beramal mengikut ilmu tersebut. Tarekat  yang mana pun boleh diikuti asalkan ia berada dalam sempadan al-Quran dan as-Sunah, jangan mengadakan bidaah. Pada sepanjang masa bukakan hati untuk menerima taufik dan hidayat dari Allah s.w.t.

 Seharusnya tidak terjadi kekeliruan dalam memilih jalan kerana Islam sudah cukup lengkap, nyata dan tidak ada samar-samar. Tarekat  Islam adalah zahir sibuk dengan syariat dan batin memperteguhkan iman. Hati bersandar kepada Allah s.w.t dan  mata hati memerhatikan Rububiyah dalam segala perkara dan pada setiap ketika. Jangan bersandar kepada amal dan ilmu. Perhatikan firman-firman-Nya:

Dan orang-orang Yahudi berkata: “Uzair ialah anak Allah”. Dan  orang-orang Nasrani berkata: “ Al-Masih  ialah anak Allah”. ( Ayat 30 : Surah at-Taubah )

Mereka menjadikan pendeta-pendeta dan ahli-ahli agama mereka sebagai pendidik-pendidik selain dari Allah. ( Ayat 31 : Surah at-Taubah )

Bahkan mereka adalah menyembah  jin syaitan. ( Ayat 41 : Surah Saba’ )

Nampakkah (wahai Muhammad) keburukan keadaan orang yang menjadikan hawa nafsunya: tuhan yang dipuja lagi ditaati? ( Ayat 43 : Surah al-Furqaan )

Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika bapa-bapa kamu, dan anak-anak kamu, dan saudara-saudara kamu, dan isteri-isteri (atau suami-suami) kamu, dan kaum keluarga kamu, harta benda yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu bimbang akan merosot, dan tempat tinggal yang kamu sukai, - (jika semuanya itu) menjadi perkara-perkara yang kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (daripada) berjihad untuk agama-Nya, maka tunggulah sehingga Allah mendatangkan keputusan-Nya (azab seksa-Nya); kerana Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasiq (derhaka)”. ( Ayat 24 : Surah at-Taubah )

Allah s.w.t telah menunjukkan jalan yang jelas. Syirik juga telah diperjelaskan. Seharusnya tidak terjadi kebingungan dalam mengatur langkah menuju Allah s.w.t. Jalan yang terang benderang itu akan menjadi samar sekiranya hawa nafsu menguasai hati. Oleh itu peliharalah hati kita agar kita tidak menjadi hamba kepada hawa nafsu yang akan membinasakan kita. 
Ditulis dalam kitab Sirrul Asrar Syeikh Abdul Qadir al- Jilani, bab ke dua puluh empat dalam menyatakan khatimah. Dinyatakan oleh Syeikh akan pembahagian maqamat-maqamat, tingkatan nafs, jenis jalan, 'alam bagi maqamat, tempat bagi zikir, warid-warid, warna cahaya bagi maqamat.

Saya hanya ingin menarik perhatian pembaca kepada 'warna cahaya bagi maqamat' dibandingkan dengan sifat nafs sahaja InsyaAllah :

i. Ammarah = cahaya biru
ii. Lawwamah = cahaya merah
iii. Mulhamah = cahaya hijau
iv. Mutmainnah = cahaya putih
v. Radhiah = cahaya kuning
vi. Mardiah = cahaya hitam
vii. Safiah = cahaya merah jambu
viii Kamilah = cahaya tidak ianya cahaya

Sirrul Asrar Syeikh Abdul Qadir al-Jilani

2 ulasan:

  1. Darah sang Guru memanas akan semua kejahatan sang penguasa, tetapi ia tak berdaya hingga akhirnya ia dikriminalisasi.
    LukQQ
    Situs Ceme Online
    Agen DominoQQ Terbaik
    Bandar Poker Indonesia

    BalasPadam
  2. Assalamualaikum ustad ,, saya mau tanya bagaimana cara mengatasi masalah riba

    BalasPadam