Selasa, 20 Mac 2018

HADITS DHAIF & MAUDHU


HADITS PALSU DAN SEJARAH MUNCULNYA

Kemunculan Hadits palsu dimulai bersamaan dengan terjadinya konflik intern dalam kubu umat Islam. Orang-orang yang terlibat dalam pertikaian konflik politik dalam kubu umat Islam itulah yang menjadi dalang dari kemunculan hadits-hadits palsu. Pertikaian tersebut bermula semenjak terbunuhnya khalifah Usman bin Affan, yang mengakibatkan kondisi kesatuan umat Islam menjadi kacau. Di kala itu, beberapa golongan yang merasa paling berhak menjadi penguasa yang menggantikan khalifah ketiga tersebut saling bertikai satu sama lain. Kondisi tersebut juga dimanfaatkan oleh para Yahudi yang berusaha menyusup untuk menperunyam keadaan. Puncak dari munculnya hadits palsu yaitu ketika terjadi konflik antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyyah bin Abi Sufyan. Salah satu pihak saling memperkuat diri dengan menciptakan hadits palsu yang isinya seakan-akan mendukung pihak tersebut dan menjatuhkan pihak yang lain.
Image result for hadits dhaif dan palsuPemicu munculnya hadits-hadits palsu tidak sebatas karena konflik politik saja, melainkan ada faktor-faktor lain. Namun para ulama’ ahli hadits tidak tinggal diam atas munculnya peristiwa ini. Beberapa upaya dilakukan untuk mencegah hadits-hadits tersebt menyebarluas dan mengembalikan ajaran agama Islam ke arah yang sesungguhnya tanpa adanya unsur-unsur dusta dan ambisi belaka.  
                      
A.    Pengertian Hadits Palsu
Hadits Palsu atau yang biasa dikenal dengan sebutan Hadits Maudhu’ memiliki beberapa pengertian. Secara etimologi, Hadits Maudhu’ memiliki arti : Menggugurkan, meninggalkan, mengada-ada atau membuat-buat. Secara terminologi, menurut ulama’ ahli hadits, hadits Maudhu’ berarti “sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW secara mengada-ada atau dusta, padahal beliau sama sekali tidak sabdakan, kerjakan, dan taqrir-kan.
Para pencipta hadits palsu menggunakan istilah-istilah atau ungkapan para ahli hikmah, agar memiliki makna yang berkesan indah. Selain itu jua menggunakan ungkapan para tabi’in, ulama’, kisah-kisah israilliyat atau mereka mengarang sendiri untuk mengungkapkan suatu permasalahan layaknya sebuah hadits sebenarnya. Betapa pun indahnya kata-kata yang dirangkai oleh pengarang hadits palsu, tetap aja hadits palsu merupakan hadits yang kualitasnya paling buruk.
Hadits palsu memang menimbulkan banyak dampak yang buruk bagi agama. Selain merusak ajaran-ajarn agama Islam, juga meracuni keyakinan dan pola pikir orang-orang yang mempercayainya. Maka dari itu maka ulama’-ulama’ hadits mengharamkan periwayatan hadits palsu atau Maudhu’ kecuali dalam rangka pembelajaran untuk dapat mengetahui contoh-contoh hadits maudhu’ tanpa ada tujuan untuk mempercayainya apalagi mengikutinya.

B.     Faktor Pemicu Timbunya Hadits Palsu
Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya hadits-hadits palsu / Maudhu’, antara lain :
·      Fanatisme terhadap salah satu golongan politik
Munculnya kaum-kaum fanatik pembela golongan-golongan politik merjadi awal mula penyebab munculnya hadits-hadits palsu. Perpecahan umat Islam menjadikan tumbuhnya golongan-golongan fanatik buta yang saking fanatiknya hingga berani membuat hadits-hadits palsu yang isinya mendukung tokoh-tokoh pada golongan tersebut dan menjatuhkan golongan-golongan yang lain. Ada beberapa contoh hadits palsu yang berisi sanjungan terhadap dua tokoh yang saling bertentangan yaitu :
“Ali sebaik-baik manusia, barang siapa meragukannya maka dia kafir”
“Sosok yang berkarakter jujur ada tiga : aku, Jibril, dan Muawiyyah”
Kaum Rafidhah Syi’ah yang merupakan pendukung sayyidina Ali merupakan golongan yang banyak memalsukan hadits. Al-Kholili dalam kitab Irsyad mengatakan bahwa kaum Rafidhi talah memalsukan lebih dari 13.000 hadits yang isinya sanjungan terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib dan kecaman terhadap dua Khalifah pertama yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khattab radhiallaahu’anhuma.
Image result for hadits dhaif dan palsu            
·      Untuk merusak agama Islam
Dilakukan oleh kau zindik, yaitu kaum yang tidak memiliki agama/kepercayaan (atheis) yang berkedok Islam dan menyimpan kedengkian dan kebencian yang mendalam kepada umat Islam. Pada mulanya mereka ingin merusak ajaran agama Islam melalui Al-Qur’an, namun karena tidak ada yang dapat menandingi keotentikan isi dari Al-Qur’an, mereka gagal dan beralih ke pembuatan hadits palsu. Pada masa pemerntahan al-Mahdi al-Abbasi, terdapat seorang kafir zindik yang mengaku telah memalsukan lebih dari 14.000 hadits dan isinya sangat bertentangan dengan ajaran Islam karena telah mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.
Salah satu contoh hadits palsu yang mereka buat yaitu :
“Aku adalah nabi terakhir dan tidak ada nabi setelahku, kecuali jika Allah menghendaki.”
“Saya melihat Tuhanku di Arafah pada hari Arafah, Dia berada di atas onta dengan membawa dua sarung.”

·      Mencari muka kepada para pembesar
Cara ini dilakukan oleh para ahlu hikayah (tukang cerita) yang ingin mendapatkan kedudukan yang dekat dengan para penguasa dan pembesar ataupun untuk mendapatkan materi atau harta dengan menciptakan hadits palsu. Seperti contoh pada masa pemerintahan al-Mahdi al Abbasi pada dinasti Abbasiyah, ketika itu datang seorang ahlu hikayah bernama Ghiyats bin Ibrahim ketika al-Mahdi sedang bermain adu merpati. Kemudian al-Mahdi bertanya kepadanya, “coba jelaskan tentang hadits yang kau ketahui dari rasulullah”. Ghiyats kemudian menjawab, “Rasulullah SAW bersabda : Tidak boleh seseorang melakukan lomba dan aduan kecuali pada ketangkasan memanah, menunggang kuda, dan onta.”  hadits berhenti di sini, namun Ghiyats menambahkan, “atau yang bersayap”.
                        Mendengar pernyataan tersebut al-Mahdi memberi imbalan kepada Ghiyats. Setelah ia pergi al-Mahdi berkata, “ ketahuilah bahwa dia itu seorang pendusta.” Kemudian al-Mahdi memotong merpatinya dan tidak pernah bermain adu merpati lagi.

·      Bertujuan untuk targhib wa Tarhib
Berbeda dengan faktor-faktor lain sebelumnya, targhib wa tarhib bermula dari tujuan yang baik, namun tidak disertai dengan pemahaman yang baik pula. Mereka yang menciptakan hadits palsu ini merupakan sekelompok orang yang menisbatkan dirinya sebagai seorang sufi. Hadits palsu yang mereka buat bertujuan untuk mengajak orang berbuat kebaikan atau kembali ke jalan yang lurus. Memang apa yang mereka lakukan merupakan tindakan yang baik, namun tanpa disadari mereka telah melakukan dusta besar pula yang mengatasnamakan Rasulullah SAW. seperti contoh pada hadits berikut :
“barang siapa mengucapkan Laa Ilaha illallah maka Allah akan menciptakan baginya -pada setiap kalimat- seekor burung yang paruhnya terbuat dari emas dan bulunya dari permata dan.... ”
Selain hadits di atas, termasuk pula hadits-hadits tentang fadhilah membaca surat-surat tertentu dalam Al-Qur’an. Hadits-hadits tersebut sebenarnya tujuannya baik, yaitu untuk memotivasi umat Islam untuk selalu berdzikir kepada Allah dan istiqomah dalam membaca Al-Qur’an. Namun bagaiman pun juga hadits palsu tetap saja palsu. Kita harus tetap berhati-hati agar tidak terjerumus untuk meyakininya. 

C.    Indikasi Hadits Palsu
Tanda-tanda kepalsuan sebuah hadits dapat dilihat dari 2 sisi, yaitu : Aspek Perowi dan Aspek Redaksi Hadits yang diriwayatkan.
·         Aspek Perowi
Image result for hadits dhaif dan palsuTanda-tanda hadits palsu jika dilihat dari aspek ini kebanyakan diketahui melalui pengakuan pemalsunya sendiri. Seperti pengakuan Abdul Karim bin Auja’ ketika hendak dipenggal kepalanya. Ada pula pengakuan dari ibn Abdu Robbi al-Farisi yang memalsukan hadits tentang fadhilah Al-Qur’an. Beliau mengatakan bahwa hadits-hadits tentang keutamaan membaa Al-Qur’an dibuat agar orang–orang Islam mau kembali membaca dan mengkaji Al-Qur’an ditengah kesibukannya mengkaji ilmu fiqih Abi Hanifah.
Palsunya hadits juga dapat diindikasikan dari ungkapan para perowi yang secara tidak langsung mengungkapkan sebuah pengakuan. Misal seorang perowi hadits mengatakan telah mendengar hadits dari seseorang padahal keduanya tidak hidup pada zaman yang sama, dan itu telah membuktikan bahwa perowi tersebut dusta.
·         Aspek Redaksi
Perbedaan redaksi antara hadits nabi dengn hadits palsu (maudhu’) telah dipelajari para ulama’ hadits untuk menjaga kemurnian hadits agar tidak terkontaminasi dengan hadits-hadits palsu. Ada beberapa tanda kepalsuan sebuah hadits dilihat dari matannya, antara lain :
a.         Maknanya rancu, tidak masuk akal jika Rasulullah SAW yang mengatakan seperti itu. Seperti hadits palsu yang berbunyi “seandainya beras itu orang, niscaya dia sosok yang bijak, tidak dimakan oleh orang kecuali akan mengenyangkan.” Redaksi hadits tersebut dianggap tidak mencerminkan kedalaman makna yang biasa diungkapkan pada hadits nabawi.
b.        Bertentangan dengan nash Al-Qur’an atau hadits shahih serta Ijma’. Seperti contoh hadits maudhu’ yang dibuat oleh penyembah berhala, “seandainya seseorang berbaik sangka terhadap batu niscaya batu itu akan memberikan manfaat baginya.” Pertentangannya dengan ajaran Islam, bahwa batu tidak akan bisa memberikan manfaat dengan sendirinya. Atau hadits maudhu’, “anak yang lahir dari hubungan zina tidak akan masuk surga tujuh keturunan.” Hadits ini bertentangan dengan ajaran Islam bahwa seseorang tidak akan mewarisi dosa dari orang lain.
c.         Bertentangan dengan akal sehat. Seperti hadits maudhu’, “pakailah cincin akik, karena bercincin akik dapat menghindarkan dar kefakiran.” Tentu hal tersebut tidak dapat diterima oleh akal, karena fakir tidaknya seseorang tidak ada hubungannya dengan menggunakan cincin akik.
d.        Bertentangan dengan ilmu kesehatan. Ada beberapa hadits maudhu’ yang menjelaskan tentang khasiat dari makanan tertentu. Seperti contoh, “terong obat segala penyakit”. Padahal hingga saat ini belum ada yang dapat membuktikan tentang pernyataan tersebut.
e.         Berisi tentang pahala yang besar atas perbuatan yang sederhana. Seperti contoh hadits maudhu’ tentang pahala puasa sunnah, “barang siapa berpuasa sunnah sehari maka ia akan diberi pahala seperti melakukan seribu kali haji, seribu umroh, dan mendapat pahala nabi Ayyub.” Meskipun puasa sunnah memang mendapatkan pahala, namun tidak seperti yang dikatan tersebut, apalagi hingga menandingi pahala seorang Nabi.
f.         Tentang sanksi yang berat atas kesalahan yang kecil. Seperti contoh hadits maudhu’, “barang siapa makan bawang pada malam jum’at maka ia akan dilempar ke neraka hingga kedalaman tujuh puluh tahun peralanan.”
g.        Berisi tentang permasalahan besar namun tidak diriwayatkan kecuali oleh seorang saja. Hadits madhu’ ini berupa dukungan kepada seorang tokoh pada golongan tertentu yang terjadi ketika pergolakan politik dalam kubu umat Islam. Seperti contoh, “Ali adalah orang yang ku wasiati (untuk memimpin).” Padahal tidak ada sahabat yang memilih pemimpinnya berdasarkan sebuah hadits yang menyebutkan nama seorang secara jelas. Mereka menentukan pemimpin berdasarkan sebuah musyawarah mufakat.

D.    Referensi Hadits-Hadits Palsu
Demi menjaga keaslian hadits-hadits Nabawi dari campuraduknya dengan hadits maudhu’, dilakukan beberapa upaya dari para ulama’ hadits. Salah satunya yaitu menghimpun hadits-hadits Maudhu’ tersebut menjadi sebuah kitab. Adapun karya-karya ulama’ hadits yang berisi tentang hadits Maudhu’ antara lain :
·         Kitab Al-Maudhuat, karya Imam al-Hafidz abi al-Farj Abdurrahman ibn al-Jauziy. Merupakan buku pertama dan terpopuler yang membahas tentang hadits palsu. Namun, karya ini juga menuai banyak kritik akibat banyak hadits yang belum terbukti kepalsuannya, juga karena beliau juga memasukkan hadits hasan bahkan hadits shahih ke dalam buku ini.
·         Kitab Al-La ali al-Mashnuah fi al-Hadits al-Maudhuah, karya al-Hafidz Jalaluddin ash-Shuyuti. Merupakan revisi dari karya al-Jauziy sebelumnya.
·         Kitab Tanzih al-Syariah al-Marfu’ah ‘an al-Hadits al-Syani’ah al-Maudhu’ah, karya al-Hafidz abi al-Hasan Ali bin Muhammad bin Iraq al-Kanani. Kitab ini juga merupakan revisi dari kitab al-Jauziy. Dalam kitab ini, merevisi tiga hal dalam kitab sebelumnya, yaitu : hanya meletakkan hadits Maudhu’ yang disepakati oleh para ulama’ hadits kemaudhu’annya, meletakkan secara khusus hadits-hadits Maudhu’ yang belum disepakati kemaudhu’annya, serta menambahkan hadits-hadits Maudhu’ yang belum ada pada kitab sebelumnya. Selain itu, dalam kitab ini juga mencantumkan nama perowi yang menjadi pemalsu hadits.

E.     Usaha para Ulama dalam Memberantas Hadits Maudhu’
Keberadaan para ulama’ hadits sangat berperan penting dalam menjaga keotentikan sebuah hadits nabawi. Ada beberapa usaha yang beliau rangkai untuk menjaga kemurnian dan keaslian hadits-hadits nabi dari sentuhan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Di antara usaha-usahanya yaitu :
·         Mangharuskan perowi untuk mencantumkan sanad dalam periwayatan hadits. Hal semacam ini, memang belum dilakukan hingga terjadinya konflik politik dalam kubu umat Islam. Hal ini dilakukan agar periwayatan hadits lebih terjaga dan terkendali, hingga tidak semua orang dapat meriwayatkan hadits secara sembarangan.
·         Penglasifikasian hadits dalam sebuah buku tersendiri, agar tidak tercampur dengan hadits-hadits maudhu’.
·         Membuat kaidah-kaidah untuk mengetahui kepalsuan sebuah hadits. Kaidah-kaidah tersebut tersusun dalam sebuah disiplin ilmu al-Jarh wa Tadil.
·         Adanya klasifikasi hadits berdasarkan kualitas maupun kuantitas sanadnya, serta kriteria yang digunakan untuk menentukan hal tersebut. Juga dilakukannya kodifikasi hadits dengan harapan dapat menjaga kemurnian hadits di kala banyaknya penghafal hadits yang wafat.
·         Di samping itu, perlu juga upaya dari umat Islam secara keseluruhan. Paling tidak upaya yang dapat dilakukan yaitu menghindai penyebarluasan hadit-hadits palsu dan memeplajari secara mendalam tentang ilmu-ilmu hadits, agar tidak terjerumus untuk meyakini sebuah hadits maudhu’.


REFERENSI
            Smeer, Zeid B. 2008. ULUMUL HADIS Pengantar Studi Hadis Praktis. UIN-Malang Press: Malang.
            Pettalongi, M Noor Sulaiman. 2008. Antogi Ilmu Hadits. Gaung Persada Press: Jakarta.
            Zuhdi, Masjfuk. 1993. Pengantar Ilmu Hadits. PT Bina Ilmu: Surabaya.
            Koho, A Yazid Qasim. 1977. Himpunan Hadits-Hadits Lemah dan Palsu. PT Bina Ilmu: Surabaya.

       -http://arsitekhijrah.blogspot.my/2012/03/hadits-palsu-dan-sejarah-munculnya.html





Irwa Al-Ghalil - ebooks downloads

Taisir Mustolahul-Hadis- ebooks downloads


Isnin, 12 Mac 2018

Gerakan liberalisme dalam Islam

Image result for islam liberalUmat Islam yang progresif telah menghasilkan banyak aliran pemikiran yang liberal mengenai Islam. Aliran pemikiran ini adalah hasil cetusan perkembangan globalisasi semasa, berhadapan dengan dakyah dan tohmahan pihak Barat terhadap Islam. Sebelum ini Islam Fundamental diterima umum sebagai Islam yang sesuai dengan situasi dunia hari ini. Ia agak bertentangan dengan Islam Tradisional. Semua aliran ini adalah hasil analisis pemikir semata-mata untuk melabel hala tuju kecenderungan gerakan selain perkembangan Islam semasa yang dilabel pengganas, rasis, dan anti-semitik.

Fenomena pemikiran Islam yang liberal sebenarnya tidak begitu jelas sebagai satu aliran pemikiran yang sekata. Muslim yang memanggil diri mereka sebagai progresif boleh dikatakan mengamalkan Islam yang liberal kerana mereka telah mencetuskan beberapa pemikiran liberal dalam Islam. Akan tetapi sesetengah ahli akademik berpendapat Islam progresif dan Islam liberal adalah dua aliran yang berbeza. Aliran-aliran ini berkongsi satu falsafah yang bergantung kepada ijtihad. Muslim yang berfikiran liberal tidak semestinya berpegang kepada interpretasi ulama traditisional tentang Quran dan Hadith. Mereka ini secara umumnya mendakwa mahu kembali kepada prinsip asal Ummah terdahulu dan kepada maksud asal etika dan pendekatan majmuk (pluralistik) kitab suci.
 
Fenomena ini adalah salah satu dari gerakan-gerakan pembaharuan dalam Islam bukannya satu usaha perpecahan agama. Mereka mendakwa percaya kepada rukun asas dalam Islam seperti Rukun Iman dan Rukun Islam. Mereka percaya pandangan mereka selari dengan ajaran Islam. Perbezaan utama mereka dengan aliran konservatif Islam adalah interpretasi aplikasi nilai-nilai teras Islam dalam kehidupan moden.

Fokus mereka kepada interpretasi individu dan etika, berbanding dengan maksud literal kitab suci, dan fahaman ini mungkin berasal dari tradisi Sufi dan tasawwuf Islam.

Image result for islam liberalBeberapa ciri umum fahaman ini adalah:

Autonomi individu untuk mentafsir Quran dan Hadith
Pandangan yang lebih kritikal dan pelbagai terhadap teks agama serta pandangan tradisi dalam Islam
Kesamarataan jantina dalam semua aspek ritual agama
Pandangan yang lebih terbuka dalam budaya moden termasuk dalam bidang adat, pakaian dan praktis
Galakan menggunakan ijtihad dan fitrah


Ijtihad (pentafsiran semula)
Muslim liberal selalu menggugurkan tafsiran Quran yang mereka rasa terlalu konservatif kepada tafsiran yang lebih sedang disuaikan dengan kehidupan moden. Mereka menganggap tafsiran hendaklah mengambil kira keadaan pada kurun ketujuh dalam konteks budaya Arab pada masa itu.
Penggunaan Hadith dipersoalkan kerana undang-undang Islam banyak mengambil dari Hadith dan bukan dari teks al-Quran, akibatnya terdapat banyak lompang dalam isu-isu perundangan dan kekeluargaan.

Muslim liberal percaya Islam menggalakkan konsep kesamarataan dalam segenap aspek.

Muslim liberal bersifat kritikal mengenai kedudukan wanita dalam tradisi masyarakat Islam terutama konsep poligami dan hak pewarisan harta pusaka di mana anak perempuan menerima kurang dari anak lelaki. Mereka juga kritikal dalam konsep wanita sebagai ketua negara dan wanita tidak seharusnya diasingkan dari lelaki dalam masjid. Sesetengah Muslim liberal bersetuju wanita menjadi imam dalam sembahyang dengan makmum lelaki dan perempuan.
Sesetengah Muslim feminis juga menolak kewajipan hijab, dengan mendakwa pakaian yang sopan adalah cukup untuk lelaki dan perempuan. Bagaimana pun sesetengah Muslim feminis memakai hijab sebagai simbol menentang perlakuan wanita sebagai objek seks.

Sesetengah Muslim liberal lebih suka kepada idea demokrasi sekular moden dan pemisahan antara negara dan agama sekaligus bertentangan dengan idea Islam dan politik tidak boleh dipisahkan.
Penggunaan hukum Syariah dipertikaikan. Hujah mereka banyak menggunakan varian dari teori Muktazilah bahawa Quran itu dicipta Tuhan untuk masyarakat pada masa-masa tertentu, dan akal mestilah digunakan untuk penyelesaian masalah dalam konteks terkini.

Mereka lebih terbuka kepada dialog antara agama untuk menyelesaikan konflik dengan Yahudi, Kristian, Hindu dan mazhab-mazhab lain dalam Islam.
Gagasan jihad lebih difahami sebagai perjuangan dalam diri sendiri berbanding perjuangan bersenjata

Mereka ini selalunya skeptikal terhadap kesahihan ilmu-ilmu yang berbaur Islam seperti ekonomi Islam, sains Islam, sejarah Islam dan falsafah Islam sebagai satu cabang ilmu berasingan dari bidang ilmu perdana. Mereka menganggap penyebaran cabang-cabang ilmu ini sebagai propaganda Muslim konservatif. Mereka lebih suka merujuk kepada hasil kerja sarjana dari Barat.

Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Agama Islam Malaysia ke-74 pada 25-27 Julai 2006 memutuskan pemikiran Islam Liberal adalah sesat dan menyeleweng daripada syariat Islam. Hujah yang digunakan adalah seperti Islam cuma satu, iaitu yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW menerusi al-Quran dan Sunnah.

Kerajaan Malaysia sebagai pemerintah Islam yang diamanahkan untuk menjalankan amar makruf dan nahi mungkar telah bertindak bijak dalam soal ini. Tindakan berasaskan siyasah syar’iyyah iaitu demi menjamin kesucian agama di samping membangunkan urusan dunia (hirasat al-din wa ‘imarat al-dunya). Melalui konsep tersebut maka pengharaman pemikiran-pemikiran tertentu adalah salah satu cara yang digunakan oleh pemerintah demi menyekat jalan-jalan (sadd al-zari’ah) yang boleh merosakkan aqidah dan pemikiran umat Islam.

Pemikiran adalah hak asasi setiap individu yang berakal. Dengan pemikiran juga lahirnya segala tingkah laku dan amal perbuatan. Hadith Rasulullah s.a.w. mengatakan: “Sesungguhnya setiap amalan itu dengan niat”.

Walau bagaimanapun terdapat pendapat yang mengatakan usaha menyekat pemikiran liberal dilakukan kerana tidak mahu orang Islam bersikap terbuka. Seperti kata Setiausaha Majlis Uskup-Uskup Katolik Malaysia, Brother Augustine Julian
         
Malangnya, mereka tidak mahu orang Islam bersikap terlalu terbuka dalam membincangkan isu Islam. Mungkin mereka beranggapan jika seseorang itu terlalu terbuka, maka mereka boleh mempersoalkan kelemahan yang wujud dalam Islam.




Selasa, 6 Mac 2018

Uthman bin Affan

Image result for para sahabat nabi

Uthman bin Affan (Arab: عثمان بن عفان) merupakan salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Ketika beliau menjadi khalifah, berlaku pertelingkahan dalam kalangan umat Islam mengenai cara bacaan al-Quran. Disebabkan oleh itu Uthman bin Affan telah meminjam suhuf, (kumpulan penulisan al-Quran daripada Hafsa. Selepas itu Uthman bin Affan telah memerintahkan empat orang sahabat untuk menyalin semula al-Quran dalam bentuk yang sempurna yang dikenali sebagai Mushaf Uthman. Salinan Mushaf Uthman tersebut dihantar ke seluruh pusat jajahan bagi menggantikan salinan-salinan yang lain.

Saidina Uthman dilahirkan di dalam sebuah keluarga Quraisy yang kaya di Makkah beberapa tahun selepas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Beliau ialah salah seorang daripada orang yang pertama sekali memeluk Islam dan amat dikenali kerana sifat dermawannya kepada orang yang susah. Beliau juga berhijrah ke Habsyah dan kemudian penghijrahan dari Makkah ke Madinah.

Image result for utsman bin affan
Saidina Uthman menjadi khalifah selepas Saidina Umar Al-Khattab dibunuh pada tahun 644. Beliau memerintah selama dua belas tahun iaitu dari tahun 644 sehingga tahun 656. Semasa pemerintahannya, keseluruhan Iran, sebahagian daripada Afrika Utara, dan Cyprus menjadi sebahagian daripada empayar Islam. Adalah dikatakan bahawa Saidina Uthman melantik saudaranya sebagai pentadbir jajahan baru Islam. Enam tahun pertama pemerintahannya aman manakala enam tahun terakhir pula keadaan huru-hara. Beliau berjaya menyatukan mushaf al-Quran yang berbeza-beza kepada satu mushaf mengikut susunan mushaf yang dikumpulkan oleh Abu Bakar. Hingga hari ini, kita gunakan Mushaf Uthmani. seorang sahabat nabi dermawan. Semasa di Madinah membeli telaga air dari Yahudi dan mewaqafkan ianya untuk keperluan masyarakat islam.


Menurut pandangan ahli Sunah Waljamaah, beliau mengahwini dua orang puteri Rasulullah SAW dalam masa yang berbeza (beliau digelar zunurain). Saidina Uthman R.Anhu salah seorang dijanjikan syurga. Saidina Uthman mengahwini puteri Rasulullah SAW bernama Ruqayyah, setelah Ruqayyah meninggal dunia, beliau mengahwini Ummu Kalthum. Selepas Ummu Kalthum meninggal dunia, beliau telah berkahwin sebanyak 7 kali dan isteri terakhirnya bernama Nailah Binti Furaifisha.image sourceMELURUSKAN SEJARAH TRAGEDI TERBUNUHNYA UTSMAN BIN AFFAN - Ebook
UTSMAN BIN AFFAN













Isnin, 5 Mac 2018

Ali bin Abi Talib


Image result for para sahabat nabiSayyidina Ali bin Abi Talib (Bahasa Arab: علي بن أبي طالب‎; 13 Rejab, 22 atau 16 SH – 21 Ramadan, 40 H; 20 September 601 atau 17 Julai 607 – 31 Januari 661 Masihi) ialah sepupu dan menantu Nabi Muhammad s.a.w. selepas mengahwini puteri Rasulullah s.a.w. iaitu FatimahAz-Zahra. Beliau merupakan Khulafa al-Rasyidin yang keempat, memerintah dari tahun 656 hingga 661 Masihi. Penganut Syiah mengganggap beliau sebagai Imam pertama dan waris sah selepas Rasulullah SAW.
Sayyidina Ali dilahirkan di Makkah pada tahun 601. Bapa Sayyidina Ali, Abu Talib ialah pembesar puak Quraisy dan juga bapa saudara kepada Nabi Muhammad s.a.w.. Semasa Nabi Muhammad s.a.w. menerima wahyu daripada Allah s.w.t., Sayyidina Ali merupakan kanak-kanak yang pertama memeluk Islam.

Sayyidina Ali sentiasa menyokong Nabi Muhammad s.a.w. semasa kezaliman terhadap orang Muslim berlaku. Pada tahun 622 Masihi, semasa peristiwa hijrah berlaku, Saidina Ali mengambil risiko dengan tidur di katil Rasulullah s.a.w. lantas berjaya mengelakkan satu percubaan membunuh baginda. Ali sendiri berhijrah beberapa tahun selepas itu
Semasa berlakunya Perang Badar, Sayyidina Ali menumpaskan seorang jaguh Quraisy iaitu Al Walid bin Utbah di samping askar-askar Makkah yang lain. disamping itu para sahabat Rasulullah s.a.w juga memainkan peranan yang penting di sisi Nabi sebagai pejuang agama Allah.
Beliau mengahwini Fatimah az-Zahra, anak kepada Rasulullah s.a.w. Ketika itu beliau berumur 25 tahun dan Siti Fatimah berumur 18 tahun. Kerana kemiskinannya Saidina Ali menjual baju besi perangnya untuk dijadikan mahar. walaupun begitu para sahabat lain seperti Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina Uthman dan Sayyidina Abdul Rahman bin Auf berbesar hati mengeluarkan perbelanjaan majlis perkahwinan kedua pengantin itu demi memuliakan Rasulullah SAW, kekasih yang amat mereka cintai.
Sepanjang sepuluh tahun Nabi Muhammad s.a.w. mengetuai penduduk Madinah, Saidina Ali senantiasa menolong dan membantu baginda demi kemajuan umat Islam. Beliau menyertai semua peperangan bersama Rasullullah s.a.w kecuali Perang Tabuk. Beliau juga menjadi salah seorang hakim dan penulis wahyu baginda.

Selepas wafatnya Nabi Muhammad s.a.w. pada tahun 632 masihi, Saidina Abu Bakar dilantik menjadi khalifah pertama umat Islam. Adalah dikatakan bahawa Saidina Ali terus menerima Saidina Abu Bakar sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW sekali gus menafikan fitnah yang dilontarkan oleh kaum Syiah. Ahli Sunah Waljamaah percaya perlantikan Saidina Abu Bakar merupakan sesuatu yang tepat sekali mengikut syariat Allah dan Rasulullah. Malah Saiyidina Ali menjadi salah seorang tentera Islam di bawah pemerintahan Saiyidina Abu Bakar untuk memerangi kaum yang murtad dan tidak mahu membayar zakat. Golongan Syiah pula percaya memandangkan Saidina Ali merupakan menantu dan sepupu kepada Rasulullah s.a.w. maka beliaulah yang seharusnya dilantik menjadi khalifah.
Pada tahun 656 masihi, khalifah ketiga Islam iaitu Saidina Uthman bin Affan wafat kerana dibunuh oleh puak pemberontak di dalam rumahnya sendiri. Pemberontakan mereka atas sebab tidak puas hati dengan Saidina Uthman yang dikatakan mengamalkan nepotisme dan menggunakan harta baitul mal untuk keluarganya. Atas keputusan ahli Syura mencadangkan Saidina Ali supaya menjadi khalifah tetapi Saidina Ali menolak. Tetapi selepas didesak, beliau akhirnya menerima untuk menjadi khalifah.Perkara pertama beliau lakukan selepas dilantik menjadi khalifah ialah mencari pembunuh saidina Uthman mengikut saluran undang-undang Islam. dengan menghapuskan pemberontakan yang hendak dibuat oleh golongan Rafidhah yang menghasut para sahabat. Isteri Rasulullah iaitu Ummul Mukminin Saidatina Aisyah, dan dua orang sahabat Nabi iaitu Talhah ibn Ubaidillah dan Zubair ibn Awwam telah terlibat sama. Pemberontakan itu berjaya ditumpaskan oleh Saidina Ali dalam Perang Jamal (juga dikenali sebagai Perang Unta). Dalam peperangan ini, Talhah dan Zubair terkorban akibat dibunuh oleh golongan Rafidhah yang mengaku sebagai pengikut Saidina Ali. Manakala Saidatina Aisyah dikembalikan ke Madinah oleh Saidina Ali. Beliau menjalankan satu misi dengan mengarahkan 100 orang wanita menyamar lelaki dan menutup muka, lalu menarik unta Ummul Mukminin Aisyah kembali ke Madinah.

Namun ada juga yang mengatakan: Keluarnya Aisyah bersama Thalhah dan Az Zubair bin Al Awwam ke Bashrah dalam rangka mempersatukan kekuatan mereka bersama Ali bin Abi Thalib untuk menegakkan hukum qishash terhadap para pembunuh Utsman bin Affan. Hanya saja Ali bin Abi Thalib meminta penundaan untuk menunaikan permintaan qishash tersebut. Ini semua mereka lakukan berdasarkan ijtihad walaupun Ali bin Abi Thalib lebih mendekati kebenaran daripada mereka. (Daf'ul Kadzib 216-217)
Selepas itu, Saidina Ali melantik gabenor-gabenor baru bagi menggantikan pentadbir-pentadbir yang dilantik oleh Saidina Uthman. Saidina Ali memindahkan pusat pentadbiran Islam daripada Madinah ke Kufah, Iraq. Kota Damsyik, Syria pula ditadbir oleh Muawiyah, Gabebor Syria dan saudara Saidina Uthman. Muawiyah telah dilantik sebagai Gabenor pada masa pemerintahan Saidina Umar lagi.

Muawiyah, yang menyimpan cita-cita politik yang besar, berpendapat bahawa siasatan berkenaan dengan pembunuhan Saidina Uthman adalah merupakan keutamaan bagi negara ketika itu dan beliau ingin mengetahui siapakah pembunuh Saidina Uthman dan pembunuh tersebut mestilah dihukum qisas. Bagi Saidina Ali, beliau berpendapat keadaan dalam negara hendaklah diamankan terlebih dahulu dengan seluruh penduduk berbaiah kepadanya sebelum beliau menyiasat kes pembunuhan Saidina Uthman. Muawiyah kemudiannnya menyatakan rasa kesal dengan kelambatan Saidina Ali menyiasat kematian Saidina Uthman, lalu melancarkan serangan ke atas Saidina Ali. Akhirnya terjadilah Perang Siffin di antara Muawiyah dan Saidina Ali. Di dalam peperangan ini antara para sahabat yang terlibat adalah Amru Al-Ash, Ammar ibn Yasir, Abdullah ibn Amru Al Ash, Abdullah ibn Abbas.

Ada di antara para sahabat bersikap berkecuali di dalam hal ini. Antaranya adalah Abdullah ibn Umar, Muhammad ibn Maslamah, Sa'ad ibn Abi Waqqas, Usamah ibn Zaid.

Image result for Ali bin Abi Talib

Ali bin Abi Talib r.a - Ebook

Ali bin Abi Talib