Sabtu, 14 November 2015

Khawarij

Khawarij (bahasa Arab Khawārij خوارج), secara harfiah bermaksud "mereka yang keluar". Khawarij adalah kelompok Muslim yang pada mulanya menyokong Saidina Ali ibn Abi Talib tetapi kemudian menolak kepimpinan Ali. Golongan ini mula terbentuk pada akhir abad ketujuh Masehi di selatan Iraq. Mereka berbeza daripada golongan Sunni dan Syiah.
Image result for khawarijKumpulan Khawarij yang terselamat sehingga hari ini adalah seperti Ibādi di Oman, dan kelompok kecil di ZanzibarAlgeriaTunisiadan Libya. Mereka bagaimana pun merujuk diri mereka sebagai ahl al-'adl wal istiqama (golongan ahli keadilan dan kejujuran).
Ulama dan kerajaan negara Islam sekarang melabelkan kumpulan pengganas yang membunuh orang yang tidak berdosa sebagai golongan "Khawarij baru" kerana golongan pengganas seperti ini menghalalkan darah orang kafir dan orang Islam yang mereka hukum kafir melalui takfir (diterangkan kemudian).

Sejarah perkembangan

Setelah kewafatan Saidina Uthman bin Affan yang dibunuh oleh orang Khawarij, kaum Muslimin mengangkat Ali bin abi Talib sebagai khalifah. Berita kewafatan Uthman sampai kepada Muawiyah ibn Abu Sufyan, yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Uthman bin Affan. Sesuai dengan tradisi Islam, Mu'awiyyah berhak menuntut balas atas kematian Uthman. Mendengar berita ini, orang-orang Khawarij ketakutan, lalu menyusup ke pasukan Ali bin Abi Talib. Mu'awiyyah berpendapat bahawa semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Uthman harus dibunuh, sedangkan Ali berpendapat yang harus dihukum hanya mereka yang membunuh Uthman saja mengikut hukum qisas dalam Islam.
Kerana keengganan Muawiyyah mengikut hukum qisas,akhirnya terjadilah perang Siffin. Untuk berdamai, masing-masing pihak mengirim utusan untuk berunding. Melihat hal ini, orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali bin abi Talib dan merancang untuk membunuh Mu'awiyyah dan Ali, tapi yang berjaya mereka bunuh hanya Ali bin Abi Talib.

Ajaran utama

Secara umum, ajaran utama golongan Khawarij adalah:
  1. Kaum muslimin yang melakukan dosa besar adalah kafir (bertentangan dengan pendapat Imam Hasan al-Basri dan golonganMuktazilah).
  2. Kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara Aisyah, Thalhah, dan Zubair melawan Ali ibn Abi Thalib dan orang perantara (termasuk yang menerima dan membenarkannya) adalah kafir.
  3. Khalifah harus dipilih rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi Muhammad SAW dan tidak mesti keturunan Quraisy. Jadi, seorang muslim dari golongan manapun boleh menjadi khalifah jika mampu memimpin dengan baik.
Amalan mengkafirkan orang Islam lain ini dipanggil takfir. Mengikut tafsiran konvensional, hukum bagi mereka yang menjadi kafir (murtad) adalah bunuh. Melalui tafsiran inilah golongan Khawarij menghalalkan darah Ali dan Muawiyah untuk dibunuh. Pada zaman moden ini, terdapat kumpulan ekstrimis Islam yang mengguna pakai hukum takfir untuk membunuh mereka yang tidak berdosa termasuk orang Islam.

Pecahan golongan Khawarij

Image result for khawarijKhawarij adalah mazhab pertama dalam sejarah Islam. Terdapat tujuh pecahan utama dalam mazhab Khawarij:
Pecahan kecil lain dalam mazhab ini adalah:
  • al-Ibaathiyyah;
  • ash-Shamraakhiyyah;
  • as-Salaydiyyah;
  • as-Sirriyyah;
  • al-'Azriyyah;
  • al-'Ajradiyyah;
  • ash-Shakkiyyah;
  • al-Fadhaliyyah;
  • al-Bayhasiyyah;
  • al-'Atwiyyah;
  • al-Fadeekiyyah;
  • al-Ja'diyyah;
  • ash-Shaybiyyah;
  • al-Haruriyah;
  • al-Khamariyyah;
  • ash-Sharaah.

Tokoh utama

Antara tokoh-tokoh utama Khawarij adalah:





Khawarij dalam al-Quran dan Hadis
       Prof. Dr. Umar Abdullah Kamil 

Pasal Kedua: Sifat dan Ciri Utama Sekte Khawarij
Pembahasan Pertama: Khawarij dalam al-Quran dan Hadis
a)    Khawarij di Dalam al-Quran

1-    Allah swt. berfirman:

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا. الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا. أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآَيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا) 
(سورة الكهف 103-105).

“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?". Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia], maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.” (al-Kahfi: 103-105)

Di dalam tafsir al-Alusi disebutkan: Abdullah bin Kiwa’ bertanya kepada Ali bin Abi Thalib mengenai mereka (orang-orang kafir), lantas ia menjawab: “Diantara mereka adalah Khawarij.” Jawaban Ali tersebut menyisakan pertanyaan saat menggolong Khawarij ke dalam golongan orang-orang kafir, karena sejatinya mereka tidak mengingkari hari kebangkitan. Pertanyaan tersebut dijawab, bahwa jawaban Ali yang menyebutkan ‘diantara’ bukan berarti menyamakan orang-orang Khawarij dengan orang-orang kafir sepenuhnya, namun hanya ingin menegaskan bahwa orang-orang Khawarij adalah orang-orang yang telah menyimpang dari kebenaran.

Di dalam kitab ‘Mafaatih al-Ghaib’, setelah imam Fakhruddin al-Razi menyebutkan sejumlah pendapat para ulama terkait maksud ayat di atas, ia mengatakan: pendeta, ahlul kitab, atau Khawarji. Kemudia ia mengatakan: Maksud intinya adalah orang yang menganggap dirinya telah melakukan perbuatan sia-sia, padahal kenyataannya perbuatan tersebut merupakan kemaksiatan. Jika pun perbuatan tersebut adalah ibadah, namun ia tetap tidak diterima oleh Allah, karena kekufuran mereka. Mereka melakukan perbuatan tersebut demi mendapatkan pahala. Mereka menuruti keinginan diri mereka untuk melakukan perbuatan tersebut demi mendapatkan pahala dan keselamatan kelak pada hari kiamat. Jika ternyata mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan maka jelas bahwa mereka adalah orang-orang yang telah menyimpang dari kebenaran.

Di dalam Shahih Bukhari, dalam Kitab Tafsir, Bab firman Allah Ta’ala: “Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?".

Diriwayatkan dari Mush’ab, ia berkata: “Aku bertanya kepada ayahku tentang ayat tersebut, apakah mereka itu adalah Khawarij?” Ia menjawab: “Bukan, mereka adalah orang Yahudi dan Nasrani. Orang-orang Yahudi telah mendustakan Muhammad saw., sedangkan Nasrani telah mengingkari adanya surga, mereka mengatakan di dalam surga tidak ada makanan dan minuman. Adapun Khawarij, mereka telah membatalkan perjanjian, Sa’ad menyebut mereka sebagai orang-orang fasik.”

Di dalam tafsir Ibnu Jarir (16-27) disebutkan: Abdullah bin Kiwa’ bertanya kepada Imam Ali kw. Mengenai tafsir ayat ini, ia berkata: “Kalian wahai Ahli Harura.” Harura adalah sebuah desa di dekat Kufa, yang dinisbatkan kepada sekte Khawarij. Di desa inilah pertama kali mereka berkumpul dan mendalami agama hingga keluar lagi dari agama itu sendiri. Diantaranya juga perkataan Sayyidah Aisyah r.a., “Apakah kamu Haruriyah?” Maksudnya adalah “Apakah kamu pengikut kaum Khawarij?”. Pengertian ini disebutkan juga oleh Zamakhsyari dan Fakhruddin ar-Razi.

2-    Allah Ta’ala berfirman:
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ (سورة آل عمران، 106).

“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu".” (Ali Imran: 106)

Dalam tafsir al-Qurthubi disebutkan: Dari Malik bin Anas, ia berkata: “Ayat tersebut turun menjelaskan tentang ahlu ahwa (orang-orang yang mengikuti hawa nafsu).” Diriwayatkan dari Abu Umamah al-Bahili, dari Nabi saw. bahwa ayat tersebut turun mengenai sekte Qadariyah.

Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Ghalib, ia berkata: “Abu Umamah melihat sejumlah kepala di atas pintu masjid Damaskus, lantas ia (Abu Umamah) berkata: “Anjing-anjing neraka. Mereka adalah seburuk-buruk korban pembunuhan di muka bumi, sedangkan korban dari pihak yang memerangi mereka adalah sebaik-baik orang.” Kemudian ia membaca ayat tersebut. Aku (Abu Ghalib) berkata kepada Abu Umamah: “Anda mendengarnya dari Rasulullah saw.?” Ia menjawab: “Jika aku hanya mendengarnya dari Rasulullah saw.sekali, dua kali, tiga kali –ia menyebutkannya hingga tujuh—maka aku tidak akan mengatakan hal ini kepada kalian.” Tirmidzi mengomentari derajat hadis ini: Ini adalah hadis hasan.

Kemudian al-Qurthubi menyebutkan sejumlah hadis al-haudl (telaga Nabi saw.) dan orang-orang yang menjadikannya argumentasi atas bid’ah yang mereka lakukan. Kemudia ia (al-Qurthubi) berkata: “Barangsiapa mengganti, mengubah, atau membuat bid’ah (perkara baru) dalam agama Allah yang tidak diridai dan diizinkan oleh Allah maka ia termasuk orang-orang yang terusir dari al-haudl. Ia juga termasuk orang-orang yang bermuka hitam. Orang yang terusir paling jauh (dari al-haudl) adalah orang yang menyelisihi mayoritas umat Islam dan meninggalkan jalan mereka, seperti sekte Khawarij dengan berbagai kelompoknya, Syiah Rafidhah yang jelas-jelas sesat, dan Muktazilah dengan berbagai kelompok di dalamnya. Mereka semua adalah orang-orang yang telah mengganti agama Allah dan berbuat bid’ah. Demikian pula orang-orang zalim yang telah berbuat kezaliman, menghalang-halangi kebenaran, serta membunuh dan menghinakan orang-orang yang menegakkan kebenaran. Juga orang-orang yang secara terang-terangan melakukan dosa besar dan meremehkan dosa kemaksiatan. Kelompok sesat dan ahli bid’ah sangat dikhawatirkan bahwa merekalah yang dimaksud di dalam ayat tersebut sebagaimana yang telah kami sebutkan.”

Sementara itu, di dalam tafsir al-Alusi disebutkan: Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah orang-orang ahli bid’ah dan aliran sesat dari umat Islam. Pendapat ini diriwayatkan dari Ali, Abu Umamah, Ibnu Abbas, dan Abu Said al-Khudri –radhiyallahu ‘anhum.

3-    Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ. (الأنعام:65).
“Katakanlah: "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. (al-An’am: 65)

Imam Fakhruddin ar-Razi berkata: “Kalimat (يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا) maksudnya adalah perkara kalian bercampur tidak teratur, bukan bercampur lantaran ada kesamaan. Hal itu membuat kalian terpecah menjadi beberapa kelompok, tidak bersatu dalam satu kelompok. Jika kalian berselisih, maka kalian akan saling membunuh. Inilah makna firman-Nya (وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ).

Imam al-Qurthubi berkata: (أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا) maksudnya adalah perkara mereka bercampur sehingga menjadikan mereka berselisih. Dari Ibnu Abbas diriwayatkan bahwa makna (شيعًا) adalah beberapa kelompok. Ada yang berpendapat bahwa maksudnya adalah menjadikan kalian berkelompok-kelompok sehingga saling membunuh. Hal itu sebab perkara mereka tidak jelas dan para pimpinan mereka berselisih untuk meraih perkara duniawi.”

Di dalam tafsir al-Alusi disebutkan: (أَوْ يَلْبِسَكُمْ) maksudnya membuat perkara kalian tidak jelas. Ketidakjelasan perkara mereka membuat mereka berselisih. Ada yang berpendapat, bahwa maksudnya adalah perselisihan orang-orang dalam tragedi saling membunuh di antara mereka.

4-    Allah Ta’ala berfirman:

(إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ)
 (الأنعام:159).
    “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka.” (al-An’am: 159)

    Di dalam tafsir al-Qurthubi, kalimat (فَرَّقُوا دِينَهُمْ) imam Hamzah dan Kisai membacanya dengan alif (فَارَقُوا دِينَهُمْ), ini merupakan bacaan Ali bin Abi Thalib r.a., diambil dari asal kata (مفارقة) dan (فراق), sehingga maknanya adalah mereka meninggalkan dan keluar dari agama mereka. Ali berkata (والله ما فرقوه ولكن فارقوه) “Demi Allah mereka tidak memecah belah agama, akan tetapi mereka meninggalkannya”. Ada yang berpendapat bahwa ayat tersebut bersifat umum mencakup semua orang kafir dan siapa saja yang berbuat bid’ah dan melakukan perkara yang tidak diperintahkan oleh Allah maka sejatinya ia telah memecah belah agamanya. Abu Hurairah r.a. meriwayatkan dari Nabi saw. tentang ayat ini, dan beliau bersabda: “Mereka adalah ahli bid’ah, syubhat, dan orang-orang sesat dari umat ini.”


Imam Fakhruddin ar-Razi berkata: Hamzah dan al-Kisai membaca (فارقوا) dengan tambahan alif, sedangkan para imam qiraat lainnya membacanya tanpa alif (فرقوا). Jika diperhatikan lebih dalam, maka makna dari kedua bacaaan tersebut sama. Karena orang yang memecah belah agamanya berarti ia telah meyakini sebagian ajarannya dan mengingkari sebagian yang lain, maka sejatinya ia telah meninggalkan agamanya tersebut.

Banyak pendapat ulama seputar ayat tersebut:…..pendapat ketiga: Mujahid berkata: “Orang-orang yang memecah belah agamanya dari kalangan umat ini, mereka adalah ahli bid’ah dan syubhat. Ketahuilah bahwa maksud dari ayat tersebut adalah anjuran agar umat Islam bersatu, tidak bercerai-berai dalam beragama, dan tidak membuat bid’ah.”

5-    Allah Ta’ala berfirman:



(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآَيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ) (آل عمران:118).
    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (Ali Imran: 118)
Dari Abu Umamah, dari Nabi saw., yang dimaksud dalam firman Allah Ta’ala di atas adalah sekte Khawarij.

Riwayat dari Nabi saw. di atas juga disebutkan di dalam kitab ‘at-Tafsir’ pada bagian tafsir surah Ali Imran. Di akhir riwayat tersebut imam al-Haitsami berkomentar: “Diriwayatkan oleh at-Thabrani dan sanadnya jayyid.”

Dalam menafsiri ayat tersebut, imam al-Alusi berkata: hukum yang terkandung di dalam ayat tersebut bersifat umum, meskipun sebab turunnya bersifat khusus. Karena menjadikan orang yang berselisih pandangan sebagai pemimpin akan menyebabkan timbulnya fitnah dan kerusakan. Oleh karena itu, kata (البطانة) di dalam ayat ini ditafsirkan sebagai sekte Khawarij.

b)    Khawarij di Dalam Hadis-hadis Nabi saw.

Dalam pembahasan yang kedua (permulaan dan perkembangan mereka) pada pasal pertama, telah kami sebutkan banyak hadis yang berbicara mengenai Khawarij, seperti hadis-hadis yang berbicara mengenai Dzul Khuwaishirah at-Tamimi dan orang-orang semisalnya di era Rasulullah saw.. Ada juga beberapa hadis yang berbicara mengenai sekte Khawarij yang diperangi oleh Amirul Mukminin Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a., dimana diantara mereka ada Harqush –sebagaimana disebutkan oleh sejumlah riwayat—yang dikenal dengan nama Dzu Tsudyah atau al-Mukhdi’, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah saw. dan persetujuan para sahabat kepada Sayyidina Ali untuk memerangi mereka. Diantara sahabat yang menyetujuinya adalah Ummul Mukminin Aisyah r.a..

Hadis-hadis tersebut telah menjelaskan secara gamblang kepada kita mengenai asal usul dan perkembangan mereka, serta kemunculan mereka yang berkesinambungan hingga akhir zaman, sampai mereka menjadi para pengikut Dajjal.

Untuk menambah informasi, kami sebutkan hadis-hadis lainnya yang berbicara mengenai mereka, yang akan semakin memberikan kejelasan kepada kita tentang identitas mereka. Hadis-hadis yang akan kami sebutkan ini merupakan peringatan dari Rasulullah saw. agar kita waspada terhadap orang-orang Khawarij yang telah keluar dari agama, menyerukan kesesatan dan fitnah (huru-hara) dengan menggunakan cara-cara yang halus:




عَنْ أَنَسٍ قَالَ ذُكِرَ لِى أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ وَلَمْ أَسْمَعْهُ مِنْهُ « إِنَّ فِيكُمْ قَوْماً يَعْبُدُونَ وَيَدْأَبُونَ حَتَّى يُعْجَبَ بِهِمُ النَّاسُ وَتُعْجِبَهُمْ نُفُوسُهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ.


“Dari Anas, ia berkata: disebutkan kepadaku bahwa Rasulullah saw. bersabda –dan aku (Anas) mendengarnya langsung dari beliau: 


“Sesungguhnya di antara kalian ada suatu kaum yang sangat rajin beribadah sehingga orang-orang kagum kepada mereka, bahkan diri mereka sendiri pun kagum. Mereka keluar dari agama laksana panah keluar dari busurnya.”
Kami akhiri bagian ini dengan hadis-hadis bersifat umum yang memperingatkan kita akan para dai sesat di setiap tempat dan waktu:

1-    Dari Abu Salam, dia berkata: Berkatalah Huzaifah bin al-Yaman r.a., aku (Huzaifah) berkata: “Wahai Rasulullah, dulu kami berada dalam keburukan, lantas Allah memberi karunia kebaikan kepada kami, apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan lagi?” Beliau menjawab: “Iya” Aku bertanya lagi: “Bagaimana hal itu?” Beliau menjawab: “Sepeninggalku akan ada para dai yang tidak meniti petunjukku dan tidak menjalankan sunnahku. Diantara mereka akan ada orang-orang yang hati mereka seperti hati setan di tubuh manusia.” Aku berkata: “Apa yang harus aku perbuat wahai Rasulullah jika mendapati masa itu?” Beliau menjawab: “Dengar dan taatilah pemimpin meksipun ia memukul dan mengambil hartamu. Dengar dan taatilah dia!”


2-    Dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah saw. beliau bersabda: “Di akhir zaman akan ada sekelompok orang yang akan berbicara kepada kalian dengan hal yang belum pernah terdengar oleh kalian dan orang-orang sebelum kalian, maka hindarilah mereka!”


3-    Di dalam riwayat yang lain disebutkan: “Akan ada di akhir zaman para dajjal pendusta. Mereka akan berbicara kepada kalian dengan hal yang belum pernah terdengar oleh kalian dan orang-orang sebelum kalian. Berhati-hatilah terhadap mereka, jangan sampai mereka menyesatkan kalian dan menebarkan fitnah di tengah kalian.”


4-    Dari Aisyah r.a. ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Di dalam umatku terdapat 70 lebih dai, semuanya menyerukan ke neraka. Jika aku mau maka akan aku beritahu kalian tentang leluhur dan kabilah mereka.”

Dari Aisyah r.a., dia berkata: “Rasulullah saw. membaca ayat:



هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آَمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ. (آل عمران: 7)
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al-Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat , itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (Ali Imran: 7)

Aisyah berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Jika kalian melihat orang-orang yang mengikuti hal-hal yang mutasyabihat (samar) dari al-Quran, maka jauhilah mereka, karena merekalah yang dimaksud oleh Allah (di dalam ayat tersebut—penj).”
Pembahasan Kedua: Sifat-sifat Mereka

Orang-orang Khawarij memiliki ciri-ciri yang dapat dengan mudah dikenali dan sifat-sifat yang membedakan mereka dengan yang lain. Sebaik-baik orang yang menunjukkan kita akan sifat-sifat mereka ini adalah Rasulullah saw.

Rasulullah saw. telah menyebutkan sifat-sifat orang-orang Khawarij di dalam banyak hadis. Saya akan mengupasnya secara gamblang hadis-hadis tersebut di sini, karena beberapa hal:

1-    Dengan mengetahui sifat-sifat ini maka kita dapat mengetahui ciri sikap ekstrem mereka. Dengan demikian kita dapat mengetahui penyebab dan faktor pendorongnya, dan tentu saja hal ini sangat bermanfaat.


2-    Mereka akan terus eksis hingga akhir zaman, sebagaimana diberitahukan oleh Rasulullah saw. dalam hadis-hadis yang telah kami sebutkan. Oleh karenanya, mengetahui sifat-sifat mereka merupakan hal yang sangat penting.


3-    Dengan mengetahui sifat mereka, maka seseorang akan terhindari darinya. Karena orang yang tidak mengetahui keburukan maka biasanya dia akan terjerumus ke dalamnya.

Demikian juga, dengan mengetahui sifat-sifat mereka kita akan lebih waspada dari orang-orang yang memiliki sifat tersebut, dan membuat kita terdorong untuk menyadarkan orang-orang yang terjangkit sifat tersebut. Baiklah, saya akan segera menjelaskan sifat-sifat mereka sebagaimana keterangan yang terdapat di dalam banyak hadis.


1-    Menuduh dan Menyesatkan
Sifat orang-orang Khawarij yang paling menonjol adalah menuduh dan menganggap sesat para imam, serta menghukumi mereka telah berbuat tidak adil dan salah.

Sifat ini terlihat jelas pada sikap Dzul Khuwaishirah terhadap Rasulullah saw. dimana dia berkata: “Wahai Rasulullah, berbuatlah adil!”

Dzul Khuwaishirah menganggap dirinya lebih tahu agama daripada Rasulullah saw. sehingga dia menghukumi beliau telah melakukan kesalahan dan tidak adil dalam pembagian harta ghanimah.

Sifat ini terus melekat pada diri mereka sepanjang sejarah. Sifat ini memiliki dampak sangat buruk karena melahirkan banyak vonis hukum dan perbuatan menyimpang dari orang-orang Khawarij.

Ibnu Taimiyah berkata tentang Khawarij: “Pangkal kesesatan mereka karena meyakini bahwa para imam dan mayoritas umat Islam tidak berbuat adil dan sesat. Ini juga merupakan titik kesalahan orang-orang yang keluar dari sunnah, seperti Syiah Rafidhah dan lainnya. Mereka menganggap suatu kezaliman sebagai kekufuran, akibatnya banyak hukum yang mereka karang-karang sendiri.”

2-    Berburuk Sangka
Ini merupakan sifat lain dari orang-orang Khawarij yang terlihat jelas pada sosok leluhur mereka Dzul Khuwaishirah yang tidak memiliki sifat ikhlas dan tidak tahu (bodoh) akan pribadi Rasulullah saw.. Dia berkata kepada beliau: “Demi Allah, pembagian ini tidak adil dan dilakukan tidak demi mengharap ridha Allah.”


Tatkala Dzul Khuwaishirah melihat Rasulullah saw. memberi bagian ghanimah kepada tokoh-tokoh yang kaya dan tidak memberi orang-orang miskin, dia tidak berbaik sangka kepada beliau. Ini merupakan hal yang sangat mengherankan, mengingat banyak faktor yang menguatkan keputusan Rasulullah saw. itu. Jika pun di sana tidak ada alasan, kenyataan bahwa hal itu dilakukan oleh Rasulullah saw. saja seharusnya sudah cukup sebagai alasan untuk berbaik sangka. Namun, Dzul Khuwaishirah enggan melakukannya dan memilih untuk berburuk sangka. Dia memiliki penyakit hati dan berusaha ditutupi dengan sikap ‘seolah-olah’ adil. Oleh karenanya, Iblis pun akan menertawakannya, menipunya, dan menjerumuskannya.

Setiap orang harus mengawasi dirinya, dan waspada dalam segala faktor yang mendorong perilaku dan tujuannya. Hendaklah dia juga waspada terhadap hawa nafsunya dan segala tipu daya iblis. Karena perbuatan buruk sering ditutupi dengan hal-hal baik, perilaku buruk sering dibenarkan atas nama prinsip-prinsip kebenaran. Ilmu merupakan salah satu faktor yang dapat membantu seseorang untuk menjaga diri dan melepaskan diri dari tipuan dan godaan setan.
Seandainya Dzul Khuwaishirah memiliki sedikit ilmu atau pengetahuan niscaya dia tidak akan tergelincir dalam hal ini.

Sekarang kita coba lihat bagaimana para ulama menjelaskan kepada kita tentang keagungan sikap Nabi saw. tersebut dan hikmahnya dalam menyelesaikan masalah. Ibnu Taimiyah berkata: “Tatkala tahun terjadinya perang Hunain, Rasulullah saw. membagi ghanimah (harta rampasan perang) kepada para mualaf dari kalangan penduduk Najd dan sejumlah orang dari suku Quraisy seperti Uyainah bin Hishn. Beliau tidak memberikan ghanimah sedikitpun kepada kaum Muhajirin dan Anshar.” 

Rasulullah saw. memberi mereka agar hati mereka luluh kepada Islam, dan hal itu memberikan kemaslahatan bagi umat Islam. Orang-orang yang tidak diberi bagian ghanimah lebih mulia di sisi Rasulullah saw. karena mereka adalah para wali Allah dan hamba-hamba-Nya yang shaleh, dengan derajat tepat setelah para nabi dan rasul. Sedangkan orang-orang yang beliau beri bagian ghanimah, diantara mereka ada orang-orang yang murtad dari Islam sebelum meninggal dunia, umumnya mereka adalah orang-orang kaya. 

Seandainya pemberian berdasarkan kebutuhan lebih didahulukan daripada pemberian berdasarkan kemaslahatan, maka Nabi saw. tidak akan memberi orang-orang yang sudah kaya itu dan memberi orang-orang dari kalangan kaum Muhajirin dan Anshar yang jauh lebih membutuhkan dan mulia. 
Karena hal semacam itulah leluhur kaum Khawarij menuduh Nabi saw. dengan berkata: “Wahai Muhammad, berbuatlah adil, karena sesungguhnya kamu tidak adil.” Dia juga berkata: “Pembagian ini dilakukan tidak karena mengharap ridha Allah.” 

Orang-orang Khawarij meskipun rajin berpuasa, shalat, dan membaca al-Quran, namun mereka telah keluar dari golongan Ahlussunnah wal Jamaah. Mereka adalah sekelompok orang yang rajin beribadah, wara’, dan zuhud, namun mereka tidak berilmu. Oleh karenanya, mereka berpikir bahwa pemberian hanya ditujukan kepada orang-orang yang membutuhkan. Mereka menyangka bahwa memberi orang-orang kaya tidak dilakukan melainkan hanya karena selain Allah. Inilah kebodohan mereka.

Pemberian dilakukan sesuai kemaslahatan agama Allah. Sebuah pemberian semakin lebih utama jika dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan lebih bermanfaat untuk agama-Nya. Memberi orang yang membutuhkan untuk menegakkan agama Allah, serta melawan musuhnya, menampakkannya, dan mendakwahkannya, lebih utama daripada memberi orang yang tidak demikian, meskipun yang kedua lebih membutuhkannya.” Setiap orang hendaklah mengetahui tentang fikih dakwah dan maqashid (tujuan) syariat Islam, sehingga tidak terus berada di dalam hal-hal yang masih samar, bingung, berburuk sangka, dan mencela padahal banyak faktor untuk memuji. 

3-    Berlebihan dalam Ibadah:
Sifat ini sebagaimana dijelaskan oleh Nabi saw. dalam sabdanya:

يخرج قوم من أمتي يقرؤون القرآن. ليس قراءتكم إلي قراءتهم بشيء. ولا صلاتكم إلى صلاتهم بشيء. ولا صيامكم إلى صيامهم بشيء.

“Akan ada sekelompok orang dari umatku, mereka rajin membaca al-Quran. Bacaan al-Quran kalian tidak sebanding dengan bacaan mereka, shalat kalian tidak sebanding dengan shalat mereka, dan puasa kalian tidak sebanding dengan puasa mereka.” Berlebihan dalam berpuasa, shalat malam, berzikir, dan membaca al-Quran merupakan sifat-sifat yang menjadi ciri khas kaum Khawarij. 

Orang-orang Khawarij juga dikenal dengan sebutan ‘al-Qurra’ karena begitu rajinnya dalam membaca al-Quran dan beribadah, hanya saja mereka memahami kandungan al-Quran tidak sesuai maksudnya. Mereka terlalu mengagungkan pendapat mereka, terlalu berlebihan dalam zuhud, khusyu, dan sejenisnya.

Ketika Ibnu Abbas berdebat dengan kalangan Khawarij, ia berkomentar: “Aku mendatangi suatu kelompok yang sangat rajin beribadah dan belum pernah aku lihat tandingannya sebelumnya. Jidat mereka luka karena begitu seringnya dipakai untuk bersujud. Kulit tangan mereka menebal bak seperti lutut unta. Mereka memakai pakaian cingkrang, dan warna muka pucat pasi lantaran sering bergadang.” 

Hal itu menunjukkan bahwa mereka terus-menerus beribadah pada kondisi-kondisi cuaca yang ekstrem. 

Ibnu al-Jauzi berkata: “Tatkala Ali r.a. meninggal dunia, Ibnu Muljam (orang Khawarij yang membunuh Ali –penj) dikeluarkan dari penjara untuk menjalani hukuman mati. Abdullah bin Ja’far memotong kedua tangan dan kedua kakinya, namun ia (Ibnu Muljam) tidak takut dan tidak pula berbicara. 
Kemudian kedua matanya diberi celak dengan menggunakan paku panas, namun ia pun tidak takut. Akhirnya ia (Ibnu Muljam) membaca surah al-‘Alaq hingga selesai, dan kedua matanya mengucurkan darah. Kemudian saat lidahnya akan dipotong, ia mulai takut. Lantas ia ditanya, “Mengapa kamu takut?” Ia menjawab, “Aku tidak ingin mati di dunia dalam kondisi tidak dapat berzikir kepada Allah.” Ibnu Muljam adalah seorang lelaki kulit hitam dengan tanda sujud di jidatnya –semoga Allah melaknatnya.” Rasulullah saw. juga pernah menjelaskan bahwa orang-orang Khawarij itu adalah kelompok yang paling celaka dari umat Islam. Oleh karenanya, kita tidak boleh terkecoh dengan penampilan luar mereka yang terkesan baik. Salah satu tanda akan kebodohan Ibnu Muljam adalah ia takut dipotong lidahnya karena khawatir tidak bisa berzikir. Seandainya ia orang yang tahu agama, maka ia pasti mengetahui bahwa zikir dengan hati itu jauh lebih utama daripada zikir dengan lisan.

Meskipun orang-orang Khawarij rajin beribadah, namun semua itu tidak bermanfaat bagi mereka. Ibadah mereka seakan sebuah jasad tanpa ruh, dan pohon tanpa buah. Karena mereka tidak mendidik akhlaknya, membersihkan jiwanya, dan melembutkan hatinya, padahal ibadah disyariatkan untuk tujuan-tujuan tersebut.

Allah Ta’ala berfirman: 
“Dirikanlah shalat, karena sesungguhnya shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.” 
(al-Ankabuut: 45)

Dan firman Allah Ta’ala:
 “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian untuk berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa.” (al-Baqarah: 183) 

Orang-orang yang dungu itu hanya mendapatkan begadang dalam shalat malam mereka, dan hanya mendapatkan lapar dalam puasa mereka, serta hanya mendapatkan olahan suara dalam bacaan al-Quran mereka. Kondisi kaum Khawarij ini memberi sebuah faedah kepada kita, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar: “Ta’dil tidak cukup hanya melihat kondisi lahiriyah seseorang, meskipun ia seorang yang rajin ibadah, zuhud, dan wara’, hingga diketahui kondisi batinnya.”

4-    Bersikap Keras kepada Umat Islam

Kaum Khawarij dikenal dengan sikap yang keras dan kasar. Sikap mereka sangat keras dan kasar terhadap sesama umat Islam. Bahkan sikap mereka bisa sampai batas yang sangat ekstrem hingga menghalalkan darah, harta, dan kehormatan umat Islam, dengan menindas dan membunuh mereka. Meski demikian, mereka meninggalkan, tidak memerangi, dan tidak menyakiti musuh-musuh Islam para penyembah berhala. 

Rasulullah saw. mengabarkan kepada kita tentang sifat mereka ini dalam sabdanya: “Mereka membunuh orang-orang Islam dan meninggalkan para penyembah berhala.”

Sejarah telah mencatat lembaran hitam kaum Khawarij, diantaranya kisah menakutkan berikut ini: - 
Dalam perjalanan kaum Khawarij bertemu dengan Abdullah bin Khubab, lantas mereka berkata: “Apakah kamu memiliki informasi hadis dari ayahmu yang bisa kamu informasikan kepada kami?” Abdullah menjawab: “Iya, ada. Aku pernah mendengar ayahku meriwayatkan hadis Nabi saw. bahwasanya beliau menyebutkan sebuah fitnah dimana orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang pergi berusaha untuk berperang. Jika kamu mendapati masa itu maka jadilah hamba Allah yang menjadi korban pembunuhan.”

Mereka berkata: “Apakah kaum mendengar hadis ini dari ayahmu yang didengar dari Rasulullah saw.?” Abdullah menjawab: “Iya.” Lantas mereka menggiring Abdullah ke tepi sungai dan memenggal lehernya. Darahnya mengalir seperti tali sandal. Mereka juga membelah perut istrinya dimana ia dalam keadaan hamil. Kemudian mereka melewati pohon kurma yang berbuah lebat di daerah Nahrawan. Lantas ada sebutir kurma jatuh, dan salah seorang dari mereka mengambil dan memakannya. Kemudian salah seorang dari mereka berkata: “Kamu tidak berhak mengambil buah kurma itu, dan kamu juga tidak membelinya.” Lantas orang yang memakannya tadi memuntahkan kembali kurma di dalam mulutnya. Kemudian salah seorang dari mereka menghunuskan pendangnya, saat ada babi milik Ahli Dzimmah lewat, ia menebasnya. Mereka berkata: “Ini adalah kerusahan di muka bumi.” Kemudian ia menemui pemilik babi tersebut dan mengganti harganya.

Itulah perilaku kaum Khawarij terhadap umat Islam. Sikap mereka sangat keras dan kasar. Banyaknya bacaan al-Quran dan zikir mereka tidak bermanfaat bagi mereka. Karena mereka tidak mengambil petunjuk dari kandungan-kandungan al-Quran dan tidak meniti jalan sesuai jalan yang digariskannya. Allah swt. telah menyebutkan bahwa syariat Islam itu sangat mudah dan toleran. Islam hanya menganjurkan untuk bersikap keras kepada orang-orang kafir, dan saling mengasihi antar sesama umat Islam, namun kaum Khawarij justru membaliknya.



Allah Ta’ala berfirman:
 “Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, dan mengasihi antar mereka.” (al-Fath: 29)


Allah Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kalian yang keluar dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan merekapun mencintai-Nya. Mereka merendahkan diri kepada orang-orang mukmin dan bersikap tegas kepada orang-orang kafir. Mereka berjihad di jalan Allah, tidak takut celaan siapa pun.” (al-Maaidah: 54) -


Akan tetapi, orang-orang Khawarij memutar-balikkan makna ayat tersebut. Mereka menebarkan rasa takut kepada umat Islam.


Al-Mubarad menceritakan tentang salah seorang Khawarij dan kelompoknya: “Nafi’ tinggal di daerah Ahwaz, ia melakukan tukar pikiran dengan masyarakat untuk mempengaruhi mereka. Ia juga kerap membunuh anak-anak kecil. Jika ada seseorang menjawab pertanyaannya maka ia menggugurkan pajak darinya. Pegawainya menyebar di seluruh Irak, hingga penduduk Basrah ketakutan.”


Sikap keras dan kasar ini, serta tindakan teror dan membunuh tersebut membuat sebagian orang mengaku syirik agar selamat dari pembunuhan.


Mubarrad berkata: “Pernah suatu ketika Washil bin Atha datang dengan rombongan. Kedatangan mereka tersebut mengusik orang-orang Khawarij. Lantas Washil berkata kepada rombongannya: “Ini bukan urusan kalian, pergilah kalian, biarkan saya menghadapi mereka.” Saat itu Washil dan rombongannya dalam posisi bahaya.


Rombongannya berkata kepadanya: “Iya, silakan.” Lantas ia pun pergi menuju ke orang-orang Khawarij. -


Khawarij berkata kepada Washil: “Kamu dan teman-temanmu statusnya apa?”


Washil menjawab: “Kami orang-orang musyrik dan meminta perlindungan, untuk mendengar firman Allah dan mengetahui hukum-hukum-Nya.”


Khawarij berkata: “Kami telah melindungi kalian.”


Washil berkata: “Ajarilah kami!”


Kemudian orang-orang Khawarij mengajarinya tentang hukum-hukum Islam dalam pandangan mereka.


Washil berkata: “Saya dan rombongan menerima pandangan-pandangan kalian.”


Khawarij berkata: “Pergilah, kalian adalah saudara-saudara kami.”


Washil berkata: “Kalian tidak bisa demikian. Allah Ta’ala berfirman: “Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya.” (at-Taubah: 6). Oleh karenanya, kalian harus mengantarkan kami ke tempat yang aman bagi kami.”


Mendengar jawaban Washil tersebut, orang-orang Khawarij saling berpandangan antar mereka. Lantas menjawab: “Kalian benar.” Akhirnya mereka semua mengantar Washil dan rombongannya ke tempat yang aman.


Coba perhatikan betapa sedikit ilmu mereka dan lemah dalam beristimbat hukum. 


5-    Lemah Pemahaman Fikih
Diantara bahaya besar dari sekte Khawarij ini adalah lemah pemahaman mereka terhadap al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw.. Maksud kami adalah buruknya pemahaman mereka dan lemahnya daya pikir mereka, serta tidak menempatkan teks-teks agama sesuai pada tempatnya.



Rasulullah saw. telah memberitahukan kepada kita tentang penyakit bahaya ini dalam sabdanya: “Mereka membaca al-Quran namun tidak melebihi tenggorokan mereka.” 


Oleh karenanya, mereka tidak memiliki pemahaman yang benar terhadap al-Quran.
Rasulullah saw. mengakui bahwa orang-orang Khawarij rajin membaca al-Quran. Meski demikian mereka tetap tercela, mengapa?
Itu karena mereka tidak mengambil manfaat dari al-Quran itu sendiri sebab pemahaman buruk mereka terhadap kandungan isinya.


 Mereka juga memiliki paradigma yang menyimpang terhadap isi al-Quran. Mereka tidak bisa mengambil hukum dari al-Quran, sehingga terjatuh ke dalam keburukan dan melelahkan diri mereka sendiri dan orang-orang yang bersama mereka.


Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: Nawawi berkata: “Maksudnya, mereka (orang-orang Khawarij) tidak dapat memanfaatkan al-Quran. 


Al-Quran hanya lewat di lisan mereka saja, tidak sampai ke tenggorokan mereka, lebih-lebih ke hati mereka. Padahal yang dianjurkan adalah memikirkan, mentadaburi, dan meneguhkan kandungan ayat al-Quran di dalam hati.”
Aku (Ibnu Hajar) berkata: “Itu seperti sabda Nabi saw. juga: 

“Keimanan mereka tidak melebihi tenggorokan mereka.” 

Maksudnya, mereka mengucapkan dua kalimat syahadat namun tidak memahaminya dengan hati mereka.”
Sesungguhnya buruknya sebuah pemahaman dan minimnya pengetahuan tentang isi kandungan al-Quran dan Sunnah sangat bahaya. Bahaya ini telah melanda umat Islam dan meninggalkan luka yang sangat bahaya. Penyakit ini akan mendorong para penderitanya untuk mengafirkan, menyesatkan, dan menuduh orang-orang shaleh tanpa argumentasi yang benar. 

Dari sana akan timbul permusuhan, perpecahan, peperangan, kezaliman, dan sejenisnya.

Berikut paparan para sahabat tentang buruknya cara pandang orang-orang Khawarij.
Imam Bukhari berkata: Ibnu Umar memandang bahwa orang-orang Khawarij adalah makhluk Allah yang paling buruk, ia berkata: “Mereka mengambil ayat-ayat al-Quran yang turun tentang orang-orang kafir, lantas menyematkannya kepada orang-orang mukmin.”


Tatkala Said bin Jubair mendengar perkataan Ibnu Umar tersebut ia senang dan berkata:


 “Diantara ayat al-Quran yang sering diungkapkan oleh orang-orang Khawarij adalah firman Allah Ta’ala:

 “Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir.” (al-Maaidah: 44)


Disamping ayat tersebut, orang-orang Khawarij sering menggandengkannya dengan ayat: “Namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.” (al-An’am: 1)


Jika orang-orang Khawarij melihat seorang pemimpin tidak berhukum pada kebenaran, maka mereka akan mengatakan bahwa pemimpin tersebut telah kafir. Barangsiapa yang telah kafir dan berpaling dari Tuhannya, maka ia telah musyrik. Menurut mereka, semua umat Islam –selain mereka—adalah telah menyekutukan Allah (musyrik).


Oleh karena itu, mereka keluar dan membunuh umat Islam seperti yang kita ketahui. Karena mereka memahami dengan pemahaman yang salah ayat di atas. Sungguh kejadian saat ini tidak jauh berbeda dengan kejadian di masa lampau. Orang-orang ektremis melakukan aksi-aksi mereka seperti yang kita saat ini, tidak lain karena buah dari pemahaman mereka yang salah ini.


Nafi’ berkata: “Jika Ibnu Umar ditanya mengenai Haruriyah (Khawarij), ia menjawab:

 “Mereka telah mengafirkan umat Islam, menghalalkan darah dan harta mereka, dan menikahi wanita-wanita mereka. Mereka akan menikahi seorang wanita yang bukan dari golongan mereka meskipun wanita tersebut telah bersuami. 

Aku tidak melihat ada suatu kelompok yang berhak untuk diperangi melebihi mereka.”
Itulah cara pandang mereka yang sangat dangkal, cara mengambil keputusan hukum yang salah, dan sikap yang kasar. Minim dan dangkalnya pemahaman mereka terhadap ajaran agama mengantar mereka ke gerbang kehancuran.


At-Thabari meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. dengan sanad shahih, bahwa ia (Ibnu Abbas) menceritakan kisahnya dengan orang-orang Khawarij dan hal yang terjadi saat pembacaan al-Quran, ia berkata: “Orang-orang Khawarij beriman dengan ayat-ayat muhkam, dan celaka pada ayat-ayat mutasyabih.”


Pemahaman yang salah tersebut menyebabkan kalangan Khawarij menyelisihi ijmak ulama salaf di banyak hal. Itu karena kebodohan mereka, terlena dengan pendapat sendiri, dan tidak bertanya kepada para ulama tentang aya-ayat yang masih rancu dalam pandangan mereka.
Kedangkalan dalam berpikir dan minimnya perbendaharaan ilmu fikih, membuat mereka salah dalam menginterpretasikan ayat al-Quran.


 Meksipun mereka sering membaca dan berargumentasi dengan al-Quran dan Hadis, akan tetapi mereka lakukan itu tidak pada tempatnya.



Sungguh benar sabda Rasulullah saw. tatkala bersabda: “Mereka sering membaca al-Quran dengan menyangka bahwa al-Quran akan menjadi syafaat bagi mereka, padahal al-Quran (yang mereka pahami dengan salah—penj) justru akan memperberat siksa mereka.”

Beliau juga bersabda: “Mereka mengucapkan perkataan terbaik dan senantiasa membaca al-Quran namun tidak sampai melewati tenggorokan mereka.”
Beliau juga bersabda:
 “Mereka sangat pandai berkata-kata, namun buruk dalam berprilaku. Mereka mengajak untuk menjalankan kandungan Kitab Allah (al-Quran) namun mereka sendiri sama sekali tidak menjalankannya.”

Anda dapat memperhatikan slogan yang kerap mereka ucapkan “Tidak ada hukum selain hukum Allah” untuk mengetahui kebenaran apa yang telah kami sebutkan.


6-    Masih Muda dan Lemah Pikiran

Diantara sifat-sifat kaum Khawarij adalah umurnya masih muda dan daya pikirnya lemah. Hal itu sebagaimana sabda Rasulullah saw.:



سَيَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الأَحْلَامِ.


“Akan keluar di akhir zaman suatu kaum yang umurnya masih muda dan cara berpikirnya lemah.”

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Ahdatsul asnan maksudnya adalah mereka adalah golongan para pemuda. Sedangkan “Sufaha al-Ahlam” maksudnya adalah pikiran mereka dangkal.”


Imam Nawawi berkata: “Verifikasi ketat terhadap informasi dan kuatnya ilmu terwujud saat seseorang mencapai umur yang dewasa, banyak memiliki pengalaman, dan pikirannya matang.”
Memang benar, orang yang masih muda biasanya minim ilmu. Ia tidak melihat suatu perkara dan kejadian secara komprehensif, namun melihatnya secara dangkal dan sepintas. Itu karena minimnya pengalaman. 


Pemuda memiliki keunggulan semangat, terlebih dalam urusan agama. Jika semangat tersebut dibarengi ilmu yang sedikit, minim pengalaman, dan menjauhi para ulama, maka akan melahirkan sikap yang ektrem. Jika usia muda dibarengi dengan pengetahuan yang minim, maka akan melahirkan perilaku yang aneh. Kebodohan mereka sangat jelas terlihat dalam sejumlah kejadian, diantaranya sikap mereka yang kontradiktif ketika mendahulukan pendapat mereka sendiri daripada pendapat Rasulullah saw. dan para sahabat r.a.. 


Dan mereka menyakini bahwa merekalah yang benar dan para imam salah. Diantara mereka saling mengafirkan sebab perbedaan-perbedaan sepele.
Mari kita lihat bagaimana imam Ibnu Hazm mendeskripsikan kebodohan mereka, serta fenomena, sebab, dan keanehan dari kebohohan yang mereka miliki.

“Akan tetapi para pendahulu mereka adalah orang-orang baduwi yang rajin membaca al-Quran, sebelum mereka memahami betul sunnah Rasulullah saw..
Tidak ada seorang pun di kalangan mereka yang ahli ilmu fikih, baik dari kalangan murid Ibnu Mas’ud, Umar, Ali, Aisyah, Abu Musa, Mu’adz bin Jabal, Abu Darda’, Salman, Zaid, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar. 

Oleh karena itu, anda mendapati mereka saling mengafirkan dalam persoalan detail fatwa. Dalam kondisi seperti itu akan tampak kebodohan mereka. Mereka mengingkari sebuah kebenaran yang didukung oleh argumentasi yang kuat sebagaimana yang telah kami sebutkan.


Orang-orang Khawarij begitu bodoh padahal masa mereka dekat dengan masa kejadian orang-orang Anshar pada hari Saqifah yang akhirnya sepakat dengan kaum Muhajirin tentang wajibnya seorang pemimpin (khalifah) berasal dari Quraisy, bukan Anshar dan lainnya. 


Jeda kaum Khawarij dengan kejadian itu hanya 25 tahun beberapa bulan. Sebagian orang Khawarij mendapati kejadian tersebut selama setahun. Oleh karenanya kabar tentang kejadian itu telah benar-benar mereka sadari, sebagaimana halnya risalah Nabi saw., tidak ada bedanya. Karena para sahabat yang menyampaikan risalah Rasulullah saw., al-Quran, dan syariat Islam kepada mereka, sama persis dengan para sahabat yang menyampaikan kabar tentang kejadian di Saqifah kepada mereka, dimana kaum Anshar mengakui bahwa kepemimpinan itu adalah hak orang-orang Quraisy.


Mereka mengakui dan membaca firman Allah Ta’ala: 


“Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Hadid: 10)

Dan firman Allah Ta’ala:
 “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya.” (al-Fath: 29)

Juga firman Allah Ta’ala:

 “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (al-Fath: 18)
Kemudian setan membutakan mata mereka dan disesatkan oleh Allah Ta’ala. Mereka telah melepaskan diri dari baiat kepada orang seperti Ali bin Abi Thalib. Mereka berpaling dari seorang sahabat seperti Said bin Zaid, Sa’ad, Ibnu Umar, dan sahabat lainnya yang telah berjuang dan berperang sebelum penaklukan kota Makkah (Fathu Makkah). Mereka juga berpaling dari para sahabat yang berjuang dan berperang pasca penaklukan kota Makkah dan telah dijanjikan kebaikan oleh Allah.

Mereka meninggalkan orang-orang yang meyakini bahwa Allah Ta’ala mengetahui isi hati mereka dan membuat mereka tenang, meridhai mereka, dan mereka membaiat-Nya. Mereka meninggalkan semua sahabat yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan berkasih sayang sesama mereka, rajin beribadah rukuk dan sujud (shalat), serta mencari karunia dan ridha Allah Ta’ala. Tanda-tanda mereka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud. 

Dan yang telah dipuji oleh Allah di dalam kitab Taurat dan Injil. Allah membuat jengkel orang-orang kafir dengan keberadaan mereka (para sahabat). Hal itu menegaskan bahwa batin dan lahiriah sama-sama baik, karena Allah telah bersaksi akan hal itu.

Meski demikian, tidak ada seorang pun dari kaum Khawarij yang membaiat salah satu dari para sahabat tersebut. Mereka justru membaiat Syabats bin Rib’i yang mengaku sebagai nabi pasca wafatnya Nabi saw. hingga akhirnya Allah menyingkap identitasnya dan orang-orang Khawarij tahu bahwa mereka telah salah memilih orang.


Setelah itu mereka tidak punya pilihan lain sehingga membaiat Abdullah bin Wahb ar-Rasibi, seorang baduwi yang masuk Islam belakangan dan tidak pernah menjadi seorang sahabat (bertemu Nabi saw.). Ia juga tidak memiliki pengetahuan tentang fikih Islam dan tidak mendapatkan persaksian baik dari Allah Ta’ala sama sekali. Adakah orang yang lebih sesat dari orang yang memilki beografi seperti itu?


Akan tetapi hal itu tidak mengherankan bagi orang yang salah satu imamnya adalah Dzul Khuwaishirah yang sangat bodoh dan rendah derajat keagamaannya sehingga ia menyalahkan Nabi saw. dalam keputusan beliau saat pembagian ghanimah. Ia memandang dirinya lebih baik dari Nabi saw.. Padahal ia meyakini bahwa beliau adalah utusan Allah Ta’ala yang jadi panutan dan pembawa agama Islam. Tanpa Rasulullah, mungkin ia tak lebih dari seekor keledai, bahkan bisa jadi lebih buruk. Kami berlindung kepada Allah dari kesesatan.”


Demikianlah keterangan dari Ibnu Hazm. Ibnu al-Jauzi juga menjelaskan tentang kebodohan mereka, ia berkata:
“Mereka telah menghalalkan membunuh anak-anak, namun tidak menghalalkan memakan buah tanpa membayar harganya. Mereka berpayah-payah dalam beribadah hingga tidak tidur malam.  Ibnu Muljam ketakutan saat lidahnya dipotong karena khawatir tidak dapat berzikir. Mereka menghalalkan membunuh Ali r.a. kemudian menghunuskan pedangnya kepada orang-orang muslim.
Tidak mengherankan jika mereka sudah puas dengan keilmuan mereka dan merasa lebih pintar daripada Ali r.a.. Karena Dzul Khuwaishirah sendiri pernah mengatakan kepada Rasulullah saw.: “Berbuatlah adil, anda tidak adil.”


Iblis saja tidak akan pernah melakukan tindakan serendah itu. Kami berlindung kepada Allah dari kesesatan.”
Keterangan bahwa Khawarij adalah anak-anak mudah menunjukkan kepada kita akan pentingnya mengatasi keburukan pada usia ini. Hal itu dilakukan dengan cara membina anak-anak muda untuk untuk bersikap sabar dan bijak, serta senantiasa meminta petunjuk dari para ulama dan orang-orang yang lebih berpengalaman atas segala permasalahan mereka.


Begitulah sikap para sahabat r.a. saat mereka masih muda. Mereka senantiasa bertanya kepada Rasulullah saw. tentang persoalan yang mereka hadapi. Generasi tabiin juga senantiasa bertanya kepada para sahabat serta mengambil manfaat dari pengalaman mereka. Mereka tidak menganggap diri mereka paling baik dan menjelekkan orang lain. Dengan demikian, mereka menjadi sebaik-baik generasi muda.


Itulah tanda-tanda dan ciri-ciri kaum Khawarij. Kita dapat meringkas sifat-sifat berlebihan mereka sebagaimana berikut:
1-    Mencela orang-orang yang berbeda dengan mereka, serta memvonisnya sesat dan kafir. Buktinya adalah tuduhan mereka terhadap Rasulullah saw. dalam pembagian ghanimah dan pengafiran mereka terhadap Amirul Mukminin Utsman, Ali bin Abi Thalib, serta orang-orang muslimin pengikut Ali dan Muawiyah, dan para pengikut Sayyidah Aisyah r.a..


2-    Berburuk sangka. Buktinya adalah tuduhan mereka terhadap Rasulullah saw. bahwa beliau tidak ikhlas dalam membagi ghanimah. Karena mereka tidak paham akan tujuan dari keputusan Rasulullah saw. tersebut, sebab dangkalnya cara berpikir mereka dan sakitnya hati mereka.


3-    Berlebihan dalam beribadah tanpa didasari ilmu, sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw.:


 “Salah seorang dari kalian akan merasa bahwa shalatnya tidak sebanding dengan shalat mereka.”

4-    Keras terhadap umat Islam, sebagaimana dalam sabda Nabi saw.: 

“Mereka membunuh umat Islam dan membiarkan para penyembah berhala.”

5-    Minimnya pengetahun fikih karena tidak belajar kepada para sahabat, sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi saw.:
 “Mereka membaca al-Quran namun tidak melewati tenggorokan mereka.”

6-    Minim pengalaman, masih muda, dan bodoh, sebagaimana dalam sabda Nabi saw.: 

“Berusia muda dan lemah cara berpikirnya.”