Imam Malik bin Anas termasuk salah satu Imam Madzhab, yaitu madzhab Maliki dengan kitabnya yang terkenal Al Muwatha'. berikut ini kami tampilkan Biografi Imam Malik bin Anas.
Pertumbuhan beliau
Nama: Mâlik bin Anas bin Mâlik bin Abi Amir bin Amru bin Al Harits bin ghailân bin Hasyat bin Amru bin Harits.
Kunyah beliau: Abu Adbillah
Nasab beliau:
- Al Ashbuhi; adalah nisbah yang di tujukan kepada dzi ashbuh, dari Humair
- Al Madani; nisbah kepada Madinah, negri tempat beliau tinggal.
Tanggal lahir:
Beliau dilahirkan di Madinah tahun 93 H, bertepatan dengan tahun meninggalnya sahabat yang mulia Anas bin Malik. Ibunya mengandung dia selama tiga tahun.
Sifat-sifat imam Malik:
Beliau adalah sosok yang tinggi besar, bermata biru, botak, berjenggot lebat, rambut dan jenggotnya putih, tidak memakai semir rambut, dan beliau menipiskan kumisnya. Beliau senang mengenakan pakaian bersih, tipis dan putih, sebagaimana beliaupun sering bergonta-ganti pakaian. Memakai serban, dan meletakkan bagian sorban yang berlebih di bawah dagunya.
Aktifitas beliau dalam menimba ilmu
Imam Malik tumbuh ditengah-tengah ilmu pengetahuan, hidup dilingkungan keluarga yang mencintai ilmu, dikota Darul Hijrah, sumber mata air As Sunah dan kota rujukan para alim ulama. Di usia yang masih sangat belia, beliau telah menghapal Al Qur`an, menghapal Sunah Rasulullah, menghadiri majlis para ulama dan berguru kepada salah seorang ulama besar pada masanya yaitu Abdurrahman Bin Hurmuz.
Kakek dan ayahnya adalah ulama hadits terpandang di Madinah. Maka semenjak kecil, Imam Malik tidak meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah dengan kehadiran ulama-ulama besar.
Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Disamping itu beliau pernah juga berguru kepada para ulama terkenal lainnya
Dalam usia yang terbilang muda, Imam Malik telah menguasai banyak disiplin ilmu. Kecintaannya kepada ilmu menjadikan hampir seluruh hidupnya di salurkan untuk memperoleh ilmu.
Rihlah beliau
Meskipun Imam Malik memiliki kelebihan dalam hafalan dan kekuatan pengetahuannya, akan tetapi beliau tidak mengadakan rihlah ilmiah dalam rangka mencari hadits, karena beliau beranggapan cukup dengan ilmu yang ada di sekitar Hijaz. Meski beliau tidak pernah mengadakan perjalanan ilmiyyah, tetapi beliau telah menyangdang gelar seorang ulama, yang dapat memberikan fatwa dalam permasalahan ummat, dan beliau pun membentuk satu majlis di masjid Nabawi pada saat beliau menginjak dua puluh satu tahun, dan pada saat itu guru beliau Nafi’ hiudp. Semua itu agar dapat mentransfer pengetahuannya kepada kaum muslimin serta kaum muslimin dapat mengambil manfaat dari pelajaran yang di sampaikan sang imam
Guru-guru beliau
Imam Malik berjumpa dengan sekelompok kalangan tabi’in yang telah menimba ilmu dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan yang paling menonjol dari mereka adalah Nafi’ mantan budak Abdullah bin ‘Umar. Malik berkata; ‘Nafi’ telah menyebarkan ilmu yang banyak dari Ibnu ‘Umar, lebih banyak dari apa yang telah disebarkan oleh anak-anak Ibnu Umar,’
- Abu Az Zanad Abdullah bin Zakwan
- Hisyam bin ‘Urwah bin Az Zubair
- Yahya bin Sa’id Al Anshari
- Abdullah bin Dinar
- Zaid bin Aslam, mantan budak Umar
- Muhammad bin Muslim bin Syihab AzZuhri
- Abdullah bin Abi Bakr bin Hazm
- Sa’id bin Abi Sa’id Al Maqburi
- Sami mantan budak Abu Bakar
Murid-murid beliau
Banyak sekali para penuntut ilmu meriwayatkan hadits dari imam Malik ketika beliau masih muda belia. Disini kita kategorikan beberapa kelompok yang meriwayatkan hadits dari beliau, diantaranya;
Guru-guru beliau yang meriwayatkan dari imam Malik, diantaranya;
- Muhammad bin Muslim bin Syihab Az Zahrani
- Yahya bin SA’id Al Anshari
- Paman beliau, Abu Sahl Nafi’ bin Malik
Dari kalangan teman sejawat beliau adalah;
- Ma’mar bin Rasyid
- Abdul Malik bin Juraij
- Imam Abu Hanifah, An Nu’man bin Tsabit
- Syu’bah bin al Hajaj
- Sufyan bin Sa’id Ats Tsauri
- Al Laits bin Sa’d
Orang-orang yang meriwayatkan dari imam Malik setelah mereka adalah;
- Yahya Bin Sa’id Al Qaththan
- Abdullah bin Al Mubarak
- Abdurrahman bin Mahdi
- Waki’ bin al Jarrah
- Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i.
Sedangkan yang meriwayatkan Al Muwaththa` banyak sekali, diantaranya;
- Abdullah bin Yusuf At Tunisi
- Abdullah bin Maslamah Al Qa’nabi
- Abdullah bin Wahb al Mishri
- Yahya bin Yahya Al Laitsi
- Abu Mush’ab Az Zuhri
Persaksian para ulama terhadap beliau
- Imam malik menerangkan tentang dirinya; ‘aku tidak berfatwa sehingga tujuh puluh orang bersaksi bahwa diriku ahli dalam masalah tersebut.
- Sufyan bin ‘Uyainah menuturkan; “Malik merupakan orang alim penduduk Hijaz, dan dia merupakan hujjah pada masanya.”
- Muhammad bin idris asy syafi`i menuturkan: “Malik adalah pengajarku, dan darinya aku menimba ilmu.” Dan dia juga menuturkan; ” apabila ulama di sebutkan, maka Malik adalah bintang.”
- Muhammad bin idris asy syafi`i menuturkan: “saya tidak mengetahui kitab ilmu yang lebih banyak benarnya dibanding kitab Imam Malik” dan imam Syafi’I berkata: “tidak ada diatas bumi ini kitab setelah kitabullah yang lebih sahih dari kitab Imam Malik”.
- Abdurrahman bin Mahdi menuturkan; “aku tidak akan mengedepankan seseorang dalam masalah shahihnya sebuah hadits dari pada Malik.”
- Al Auza’I apabila menyebut Imam Malik, dia berkata; ” ‘Alimul ‘ulama, dan mufti haramain.”
- Yahya bin Sa’id al Qaththan menuturkan; “Malik merupakan imam yang patut untuk di contoh.”
- Yahya bin Ma’in menuturkan; ” malik merupakan hujjah Allah terhadap makhluk-Nya.”
Hasil karya beliau
Muwaththa` merupakan hasil karya imam Malik yang paling spektakuler, dan disana masih ada beberapa karya beliau yang tersebar, diantaranya;
- Risalah fi al qadar
- Risalah fi an nujum wa manazili al qamar
- Risalah fi al aqdliyyah
- Risalah ila abi Ghassan Muhammad bin Mutharrif
- Risalah ila al Laits bin Sa’d fi ijma’i ahli al madinah
- Juz`un fi at tafsir
- Kitabu as sirr
- Risalatu ila Ar Rasyid.
Wafatnya beliau
Beliau meninggal dunia pada malam hari tanggal 14 safar 179 H pada usia yang ke 85 tahun dan dimakamkan di Baqî` Madinah munawwarah (lidwa.com)
Ketika Harun ar-Rasyid Ngaji ke Imam Malik
Khalifah Harun ar-Rasyid termasuk pemimpin yang sangat dihormati rakyatnya. Tentu wibawa ini tak dicapainya secara gratis. Prestasi dalam pembangunan ekonomi, politik, budaya, dan pengetahuan tergolong gemilang.
Puncak kekuasaan dan kharisma kepribadiannya membuat setiap perintah sang khalifah dipatuhi semua orang. Hanya orang-orang khusus yang berani membangkang dari keinginan-keinginannya. Selain Abu Nawas, Imam Malik adalah salah satu orang yang bernyali istimewa ini.
Khalifah suatu hari mengutus al-Barmaki menjemput Imam Malik untuk mengajar di istananya.
“Ilmu pengetahuan harus didatangi, bukan mendatangi,” jawab Imam Malik atas perintah tersebut. Utusan itu akhirnya pulang ke Iraq dan menyampaikan pesan ini kepada Khalifah.
Ketika menunaikan haji, Khalifah sempat berjumpa Imam Malik dan menyuruhnya membacakan kitab karangannya. Imam Malik tetap menolak dan memintanya hadir di majelis pengajiannya.
“Bagaimana jika di rumah Anda saja?” bujuk Khalifah.
“Rumah saya reyot, tak layak untuk seorang pemimpin besar seperti Baginda,” kata Imam Malik merendah.
Pada momen kunjungan Khalifah ke Madinah, pakar hadits ini sekali lagi dijemput untuk membacakan al-Muwaththa’ di istana. Dengan agak berat hati ia lalu memenuhi ajakannya.
“Saya berharap Baginda bukan orang pertama yang tidak menghormati ilmu. Sungguh, saya tak bermaksud menolak permintaan Baginda. Saya hanya minta Baginda menghargai ilmu agar Allah menghargai Baginda,” tutur Imam Malik.
Khalifah pun akhirnya ikut Imam Malik ke rumah. Khalifah duduk di kursi spesialnya. Ia sempat merasa terganggu dengan banyaknya peserta pengajian, namun Imam Malik berutur, “Jika orang lain tak boleh menyimak kitab ini maka Allah akan menjauhkan rahmat darinya.”
Pengajian dimulai. Imam Malik menyuruh muridnya membaca al-Muwaththa’. Sebelum kitab dibaca tiba-tiba keluar dari lisan Imam Malik: “Para pencinta ilmu sangat menghargai ilmu. Tak seorangpun dapat duduk lebih tinggi dari ilmu.”
Mendengar sindiran itu, Khalifah pun turun dari kursi dan duduk di lantai bersama peserta yang lain
Puncak kekuasaan dan kharisma kepribadiannya membuat setiap perintah sang khalifah dipatuhi semua orang. Hanya orang-orang khusus yang berani membangkang dari keinginan-keinginannya. Selain Abu Nawas, Imam Malik adalah salah satu orang yang bernyali istimewa ini.
Khalifah suatu hari mengutus al-Barmaki menjemput Imam Malik untuk mengajar di istananya.
“Ilmu pengetahuan harus didatangi, bukan mendatangi,” jawab Imam Malik atas perintah tersebut. Utusan itu akhirnya pulang ke Iraq dan menyampaikan pesan ini kepada Khalifah.
Ketika menunaikan haji, Khalifah sempat berjumpa Imam Malik dan menyuruhnya membacakan kitab karangannya. Imam Malik tetap menolak dan memintanya hadir di majelis pengajiannya.
“Bagaimana jika di rumah Anda saja?” bujuk Khalifah.
“Rumah saya reyot, tak layak untuk seorang pemimpin besar seperti Baginda,” kata Imam Malik merendah.
Pada momen kunjungan Khalifah ke Madinah, pakar hadits ini sekali lagi dijemput untuk membacakan al-Muwaththa’ di istana. Dengan agak berat hati ia lalu memenuhi ajakannya.
“Saya berharap Baginda bukan orang pertama yang tidak menghormati ilmu. Sungguh, saya tak bermaksud menolak permintaan Baginda. Saya hanya minta Baginda menghargai ilmu agar Allah menghargai Baginda,” tutur Imam Malik.
Khalifah pun akhirnya ikut Imam Malik ke rumah. Khalifah duduk di kursi spesialnya. Ia sempat merasa terganggu dengan banyaknya peserta pengajian, namun Imam Malik berutur, “Jika orang lain tak boleh menyimak kitab ini maka Allah akan menjauhkan rahmat darinya.”
Pengajian dimulai. Imam Malik menyuruh muridnya membaca al-Muwaththa’. Sebelum kitab dibaca tiba-tiba keluar dari lisan Imam Malik: “Para pencinta ilmu sangat menghargai ilmu. Tak seorangpun dapat duduk lebih tinggi dari ilmu.”
Mendengar sindiran itu, Khalifah pun turun dari kursi dan duduk di lantai bersama peserta yang lain
Tiada ulasan:
Catat Ulasan